Thursday, 05 December 2019

Ratusan Anggota Dewan Se-Jateng Jaminkan SK Untuk Pinjam Uang di Bank

Sabtu, 21 September 2019 — 17:24 WIB
Ilustrasi

Ilustrasi

SEMARANG  – Sekitar 400 – 450 anggota DPRD se-Jawa Tengah (Jateng) periode 2019-2024 yang baru dilantik diketahui telah menjaminkan surat keputusan (SK) pengangkatannya ke Bank Jateng. Mereka meminjam uang ke bank dengan sistem personal loan atau kredit tanpa anggunan Kartu Tanda Anggota (KTA).

Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Jateng, Djoko Sudiatmo, mengatakan ada sekitar 400-450 anggota DPRD se-Jateng yang telah menjaminkan SK pengangkatannya.

Personal loan itu adalah salah satu target market kita. Jadi enggak masalah kalau banyak anggota DPRD di Jateng yang meminjam ke kami. Kami justru penginnya seluruh anggota DPRD di Jateng meminjam ke Bank Jateng karena mereka bagian dari Pemerintah Provinsi Jateng,” ujarnya di Semarang, Jumat (20/9).

Disebutkan, saat ini ada sekitar 1.800 anggota DPRD di Jateng. Namun dari jumlah sebanyak itu, baru sekitar 400-450 orang yang menjaminkan SK pengangkatannya ke Bank Jateng. Sementara itu dari total 120 anggota DPRD Jateng, sekitar 30%-40% yang telah mengajukan personal loan dengan menjaminkan SK pengangkatan.

“Kita akan fasilitasi sehingga mereka mampu memanfaatkan fasilitas yang ada di Bank Jateng. Disesuaikan dengan kemampuan dia membayar. Bahkan, sampai Rp1 miliar pun kita siap,” lanjutnya.

Anggota DPRD Jateng dari Fraksi Gerindra, Sriyanto Saputro, menyebut fenomena banyaknya anggota DPRD yang baru saja dilantik menggadaikan SK pengangkatannya adalah sesuatu yang wajar. Hal itu dikarenakan selama masa kontestasi politik, para anggota DPRD itu telah menghabiskan dana yang tidak sedikit.

“Kalau kita melihat itu manusiawi. Tapi ya harus disesuaikan dengan kemampuan mengembalikan pinjaman ke bank. Jangan sampai pinjam terlalu banyak, sehingga kerja justru tidak tenang karena dikejar-kejar hutang,” ujarnya.

Sriyanto tidak memungkiri sistem pemilu beberapa waktu lalu sangat menguras dana para kandidat. Sistem pemilu yang terbuka membuat setiap kandidat pun harus bersaing, tak hanya dengan kandidat dari luar partai, tapi juga partai sendiri.

“Ini merupakan imbas dari sistem pemilu kita yang memang kapitalis. Sehingga banyak yang harus mengeluarkan biaya untuk bisa bersaing dalam kontestasi politik. Sistem pemilunya yang harus diubah. Entah kembali tertutup atau bagaimana. Pastinya, kalau seperti kemarin lagi diterapkan ya jadinya seperti ini,” tutur Sriyanto. ( Suatmadji/win)