SEPANJANG sejarah, baru kali ini masyarakat Jabodetabek, Banten, Jawa Barat dan sebagian Jawa tengah mengalami malapetaka dan benar-benar dibuat ‘lumpuh’ akibat listrik mati serentak Minggu (4/8/2019) siang hingga tengah malam. Bahkan di sebagian wilayah sampai Senin dinihari listrik belum juga menyala.
Sekitar 10 hingga 14 jam aktivitas warga terganggu karena dampak padamnya listrik secara total (blackout). Transportasi kacau, komunikasi telepon putus dan jaringan internet terganggu. Roda perekonomian pun lumpuh. Pelaku usaha merugi lantaran sebagian besar toko, minimarket dan mal memilih tutup. Belum lagi pelaku UMKM serta usaha lainnya yang mengandalkan aplikasi dalam menjalankan bisnis.
Kerugian finansial juga ditanggung masyarakat karena pengeluaran rumah tangga menjadi bertambah. Warga terpaksa berebut membeli air galon, lampu darurat bahkan membeli genset. Total kerugian finansial diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah. Inilah dampak besar matinya listrik di tiga provinsi secara bersamaan.
Semua telunjuk mengarah ke PT PLN selaku penyedia layanan listrik nasional. Presiden Joko Widodo bahkan menegur keras manajemen PT PLN (Persero) yang dianggap tidak mengkalkulasi kejadian-kejadian yang tidak diperkirakan. Penjelasan yang disampaikan Plt Dirut PT PLN, Sripeni Inten Cahyani yang baru dua hari menjabat, dianggap terlalu teknis.
Bahkan Menteri ESDM Ignasius Jonan mendorong masyarakat menggugat BUMN tersebut selaku operator yang menyediakan layanan listrik. Masyarakat memang berhak menerima ganti rugi. Tetapi yang tak kalah penting, masyarakat berhak mengetahui benang merah blackout listrik yang membuat puluhan juta pelanggan sengsara.
Permintaan maaf pihak PLN kepada jutaannya, patut kita hargai. Tetapi di sisi lain, masalah listrik blackout di empat provinsi, bukan masalah biasa. Karena membuktikan infrastruktur sektor listrik di Indonesia ternyata rapuh, juga kesiapan mengantisipasi hal tak terduga juga lemah. Dan ini menjadi sorotan media internasional. Penjelasan teknis yang disampaikan PT PLN, tentang gangguan transmisi Ungaran-Pemalang 500 Kv, yang berdampak sangat luas perlu dikaji penyebabnya.
Penyebab listrik blackout kini menjadi isu liar yang terus menggelinding. Banyak pertanyaan mengemuka, apakah betul peristiwa ‘bersejarah’ ini hanya disebabkan persoalan teknis.
Dugaan sabotase pun mengemuka. Di tengah ketidak pastian penyebab pasti petaka listrik mati total, perlu dilakukan investigasi. DPR perlu mendorong dibentukanya tim investigasi independen untuk mengusut kasus ini supaya isu liar tidak terus bergulir. Terpenting, kejadian luar biasa ini jangan terulang. **