MALAYSIA – Dua tahun lalu, Jerusha Sanjeevi, mengakhiri hidupnya di usia 24. Warga Malaysia ini sebelumnya merasakan beratnya intimidasi rasial selama setidaknya 8 bulan saat kuliah di Universitas Negeri Utah (USU) di Amerika Serikat.
Mengutip The Herald Journal, World of Buzz menyebutkan Jerusha memiliki gelar Master dalam psikologi klinis dan kuliah di tempat itu untuk mendpatkan gelar PhD di bidang psikologi. Namun, selama kuliah, gadis ini dibully teman-teman sekelasnya.
Sekarang, pacar Jerusha, Matthew Bick, mengajukan gugatan terhadap kampus kekasihnya itu. Ia juga menggugat jurusan psikologi serta beberapa teman sekelas bahkan profesor yang mengajar Jerusha. Dalam gugatannya, ia menyebut ada kelalaian, kesengsaraan emosional yang disengaja serta kematian yang tak tepat.
Bick menuduh teman-teman sekolahnya mengganggu kekasihnya itu dengan menyebarkan gosip mulai dari nama Asia yang disebut ‘aneh’, menyebut ‘berbau seperti makanan India’ bahkan mengatakan warna kulitnya yang lebih gelap tak pantas membuatnya mnejadi peneliti di universitas.
Parahnya lagi, ada mahasiswa yang menghina dengan mengatakan ‘nama pelitis Asia itu sangat aneh’ dan ‘orang Asia cuma ingin menyenangkan Orangtuanya’. Orang ini ditengarai mengintimidasi Jerusha setiap hari.
Gugatan itu juga mengklaim Jerusha memberi tahu seorang teman bahwa dia ingin meninggalkan labolatorium karena sudah tak kuat lagi dilecehkan terus menerus seperti itu.
“Dia tahu bahwa saya berjuang karena takut dideportasi. Dia tahu di sini saya nggak punya kekuatan karena saya mahasiswa asing,” katanya. “Tapi dia terus melakukan itu ke saya. Saya nggak ngerti bagaimana bisa ada orang begitu kejam.”
Bick dalam gugatanya juga menyebutkan pada Desember 2016, Jerusha bertemu dengan kepala departemen universitas untuk melaporkan intimidasi yang diterimanya. Gadisnya itu juga menyampaikan rasa takut pada setidaknya satu dari teman-temannya.
Namun, kepala departemen menyimpulkan bahwa apa yang dialaminya hanya konflik antara siswa. Tak ada penyelidikan beberapa laporan presekusi dan rasisme dari siswa lain, bahkan setelah kematian Jerusha.
Gadis ini juga menyampaikan kepada setidaknya lima orang di fakultas. Namun tak ada tindakan.
Beberapa hari sebelum kematiannya, Jerusha memberi tahu seorang teman tentang bagaimana perasaannya. Ia menyesali sikap kampus yang tidak menanggapi laporannya dengan serius.
“Saya nggak ngerti bagaimana aku begitu berarti bagi mereka. Saya jadi nggak merasa hidup dan rasanya nggak ingin hidup lagi,” katanya.
Jerusha meninggal karena keracunan karbon monoksida akut pada 22 April 2017. Tubuhnya ditemukan dua hari setelah kematiannya.
Menurut Daily Beast, sebuah catatan ditemukan di tempat Jerusha ditemukan tak bernyawa. Di antaranya bertuliskan:
“Saya depresi selama lebih dari setengah hidup saya, dan entah bagaimana bisa selamat setiap episodenya. Tetapi ternyata setiap gelombang kesedihan jadi lebih gelap dan lebih lama. Saya mencari dan mencari arah hidup. Sampai saya menyadari bahwa saya tidak pantas mendapatkannya. Karena [Departemen] berhasil mengajari saya apa yang tidak pernah dilakukan terhadap kemiskinan, kekerasan, pemerkosaan, dan kelaparan..,” tulisnya
“Ketika kamu menolak laporan intimidasi, sama saja kamu menyebutkan bahwa memang aku sebenarnya tidak masalah.”
“Kepolosan rambut pirang dan mata biru bisa menyangkal, dengan mudah beracun, ocehan ‘gila’ kulit coklat kotor ini. Menyaksikan departemen tidak hanya memilih untuk tidak memberlakukan konsekuensi, tetapi untuk memberikan penghargaan kepada orang sakit yang menggertak saya, adalah paku terakhir di peti mati saya. Hati saya hancur. ”
“Rambut pirang yang polos dan mata yang biru bisa mengelabui, memnyebut sembarangan julit coklat yang kotor ini. Menyaksikan kampus tidak hanya memilih untuk tidak memberi sanksi sama dengan memberikan penghargaan kepada orang sakit yang menekan saya. Ini menjadi paku terakhir di peti mati saya. Hati saya hancur. ”
Sementara itu, dalam menanggapi gugatan, seorang juru bicara dari USU menyampaikan bantahan universitas. “Kami percaya Negara Bagian Utah mengambil semua tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah antarpribadi antara mahasiswa di departemen,” katanya.
Sementara itu, pengacara yang mewakili pacar Jerusha yang mengajukan gugatan juga berkomentar, “Aku berharap USU bisa melihat ke cermin dengan saksama,” katanya kepada The Herald Journal.
“Saya berharap hal ini bisa membuat hal yang diperlukan di sana, yakni keberagaman. Dan untuk menghindari hubungan seperti ini, saya berharap dapat membantu keluarganya di Malaysia dengan keadaan mereka secara finansial,” katanya. (yp)