JAKARTA – Corp Alumni Ami Dan Stimar Ami Jakarta (Caasa) memohon pemerintah Indonesia untuk membebaskan capten kapal Julianto Ginting yang di tahan pemerintah China sejak bulan April 2019 dengan dugaan penyelundupan barang biasa di negara Taiwan – China.
Crew kapal atau Capten Juliantono Ginting hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Keluarganya hanya menerima surat berbahasa China yang isinya bahwa nakhoda kapal tersebut kini ditahan dikarenakan membawa barang selundupan.
James Slamet Tambunan SH MH, selaku kuasa dari keluarga Juliantono kepada wartawan Jumat (30/8) saat ini istri dan anak-anak capten kapal tersebut cemas, sebab sudah 4 bulan sejak penahanan belum diketahui juga dimana ditahannya dan bagaimana kondisi suaminya tersebut.
Bersama-sama dengan corp Alumni AMI dan STIMAR AMI Jakarta, James Slamet Tambunan telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi, Menteri Perhubungan, Menteri Luar Negeri RI dan KBRI dan KJRI di China agar membantu mencari tau keberadaan Capten kapal Juliantono.
“Kami meminta agar pemerintah membantu membebaskan atau menangguhkan penahanan Julianto Ginting yang sampai saat ini kondisi dan keberadaannya belum kita ketahui, hanya ada surat pemberitahuan dari pemerintah China bahwa yang bersangkutan di tahan di China karena menyelundup barang, tapi bukan narkotika lho,” ujar James Slamet Tambunan.
Diceritakan JS Tambunan, tanggal 1 Maret 2019, Juliantono Ginting menandatangani Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Of Employment) di Jakarta dengan forever rise group ltd dengan PT Armada Maritim Nusantara selaku agen di Indonesia dan langsung diberangkatkan dari Bandara Soetta ke Taiwan.
Sejatinya Juliantono Ginting berkerja diatas Kapal MV. Ise Maru, namun fakta dilapangan justru bekerja pada Kapal Heng Smooth tanpa memberitahukan keluarga capten kapal tersebut.
Terakhir Juliantono berkomunikasi dengan istrinya lewat telepon
pada 5 April untuk mengabari keadaan dan kondisi diatas Kapal. Tanggal 7 April, istrinya menerima miscall selama enam kali dari Julintono, namun saat di telepon balik tidak ada reson sama sekali termasuk lewat WhatsApp hingga putus komunikasi.
Namun, tanggal 15 April 2019, cerita JS Tambunan istri Juliantono menerima surat berbahasa China dari Negara Chia sehingga tidak paham maksud dan tujuan dari isi surat. Kembali tanggal 20 April 2019 mendapat kiriman surat dari Negara China dikirim oleh Juliantono Ginting yang menjelaskan dirinya sedang menghadapi masalah dan menitip pesan agar istrinya menjaga baik-baik anak-anaknya.
“Sontak istrinya sadar bahwa surat sebelumnya 15 April 2019 masih terkait suaminya kemudian mencari penterjemah, hasilnya bahwa surat tersebut pemberitahuan penangkapan Juliantono Ginting yang dikirim oleh Kepolisian Negara China terkait dugaan perbuatan Penyelundupan Barang Biasa,” kata kuasa hukum JS Tambunan.
Namun ketika mendatangi agen yang memberangkatkan suaminya yakni PT Armada Maritim Nusantara di Rukan Mitra Bahari 2 Jalan Pakin Blok F.28 No. 1, Jakarta Utara untuk meminta informasi perusahaan tersebut tidak menyampaikan informasi detail apa yang terjadi.
Selanjutnya keluarga mencari tau ke direktorat perlindungan warga negara indonesia dan badan hukum indonesia kementerian luar negeri serta kedutaan besar republik indonesia (kbri) di negara china guna meminta bantuan hukum, namun KBRI di China tidak pernah menerima laporan informasi terkait adanya WNI Juliantono.
Namun, KJRI Shanghai menerima informasi dari Kepolisian Lianyunggang bahwa berkas perkara juliantono sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Selain capten kapal juga ada WNI lainnya yakni Dadang Sutardi dan joni dalam kasus yang sama.
“Kami sudah mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Kementerian Perhubungan, Duta Besar Indonesia di China, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) namun hingga saat ini belum ada penyelesaian yang kongkrit (mengendap),” kata JS Tambunan. (dwi/win)