BAGI orang Jawa, bulan Suro memiliki tempat istimewa. Saatnya mereka njamasi (memandikan) pusaka keramatnya. Kraton Surakarta-Yogyakarta selalu mengirab pusaka di malam tahun baru Islam tersebut, ditambah iringan kebo Kyai Slamet khusus di Solo. Di Jakarta, orang Jawa ekonomi mapan juga jadi “makanan” Betara Kala lewat ruwatan di TMII.
Hari ini merupakan hari terakhir tahun 1440 H, karena besok sudah memasuki tahun baru Islam, 1 Muharam 1441 H. Pada tahun 1 H, Nabi Muhammad meninggalkan Mekkah, hijrah ke Madinah untuk melanjutkan perjuangan menyiarkan agama Islam. Maka tahun baru Islam itupun dinamakan tahun Hijrah.
Bagi orang Jawa, 1 Muharam yang lebih akrab disebut 1 Suro, merupakan hari yang sangat istimewa. Karena necep ngelmu (berguru ilmu) kebatinan, ada orang yang hanya mandi setahun sekali di bulan Suro ini. Yang punya warisan pusaka, baik keris maupun tombak non Kyai Plered (pusaka Kraton Metaram) di malem satu Suro dijamasi, dengan air kembang lengkap dengan jeruk nipisnya.
Ini termasuk pula pusaka-pusaka Kraton di Mangkunegaran, Cirebonan, terutama di Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Di malam 1 Suro keris pusaka kerajaan itu dikirab (diarak) keliling kota. Bila di Mangkunegaran ada acara “tapa mbisu” mengelilingi benteng kraton, di Kraton Surakarta ditambah kemunculan kerbau-kerbau Kyai Slamet sebagai pengiring pusaka.
Kerbau ini sangat dikeramatkan bagi masyarakat Solo. Mereka pergi ke mana-mana di luar Kraton tak ada yang mengganggu. Uniknya, pas menjelang Suro mesti kembali ke kandangnya di alun-alun kidul, seakan tahu bahwa sebentar lagi akan piket, ikut prosesi arak-arakan pusaka Kraton.
Di Jakarta sendiri, menjelang malam 1 Muharam ini akan digelar Muharam Festival hari ini, di Bunderan HI. Paling ramai nantinya di TMII, Jakarta Timur. Sebagaimana biasa, di tempat ini akan digelar ruwatan massal. Praktisinya adalah para orang Jawa berekonomi mapan, mereka rela uangnya “dimakan” Betara Kala sampai berjut-jut lawat pagelaran wayang lakon “Murwakala” di mana tokoh sentralnya Betara Kala.
Ada kepercayaan, anak-anak golongan “sukerta” (baca: sial), harus dislameti lewat ruwatan massal, dengan dalang terkenal. Biasanya Ki Manteb Sudarsono, tapi kali ini, pada pentas ruwatan 7 September pentas wayang akan dibawakan kidalang Ki Slamet Hadisantosa.
Konon dengan diruwat, bocah takkan dimakan Betara Kala, karena yang “dimakan” justru uang orangtuanya. (gunarso ts)