JAKARTA – Menteri Sosial, Agus Gumiwang Kartasasmita, berharap Forum Keserasian Sosial menjadi lembaga lokal yang mampu melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi konflik sosial di masyarakat.
Hal itu disampaikan Mensos dalam acara Bimbingan Teknis Keserasian Sosial Tahun 2019 yang dilaksanakan di lingkungan gedung Kementerian Sosial RI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2019).
“Forum Keserasian sosial diharapkan menjadi lembaga lokal yang mampu melakukan deteksi dini dan menjadi media terselenggaranya deteksi dini dan penanganan efektif terhadap potensi potensi konflik sosial di masyarakat,” kata Agus.
Kegiatan Keserasian Sosial, kata Agus, memiliki esensi sebuah kondisi sosial yang menjamin terciptanya relasi dan interaksi sosial antar warga negara masyarakat yang dinamis, selaras dan seimbang untuk hidup berdampingan secara damai berdasarkan kesetaraan, kebersamaan dan persaudaraan sejati.
Adapun kegiatan dari keserasian sosial itu sendiri adalah sebuah rangkaian proses kegaitan yang dilakukan secara bersama-sama yang melibatkan masyarakat mulai perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan. Agar, tercipta kehidupan sosial yang harmonis dan penuh persaudaraan yang dilandasi semangat saling menghargai dan saling menghormati.
“Saya menyambut baik kegiatan ini khususnya tema yang diambil yang berbunyi ‘Melalui Keserasian Sosial Kita Jaga dan Kita Rawat Kebhinekaan Bangsa Indonesia Dalam Bingkai NKRI’, ini tentu yang memiliki makna yang sangat dalam, dalam menyikapi segala macam keberagaman yang ada di Indonesia baik itu suku, agama, ras dan golongan,” ucap Mensos.
Kegiatan ini semakin relevan dengan konflik sosial yang terjadi di Papua. Selain menyampaikan rasa prihatin Mensos juga berharap Papua kembali dalam kondisi damai karena segala upaya telah dilakukan baik oleh pemrintah pusat maupun pemerintah daerah mulai pendekatan persuasif hingga pendekatan kemanusiaan.
“Konflik sosial di Papua menegaskan kembali kepada kita pentingnya kita semua mempunyai kesadaran dalam berbangsa dan bernegara dalam berkehidupan sosial yang multikultural dengan saling menghormati, saling menghargai, saling tenggang rasa, dan kita bisa lihat sesama anak bangsa secara setara. Tanpa ada perbedaan suku bangsa, tanpa ada perbedaan agama, ras, warna kulit, bahasa dan sebagainya,” papar Agus.
Potensi konflik, tambah Agus, berhubungan erat dengan kondisi Indonesia sebagai masyarakat multikultural sehingga butuh pengelolaan, managemen yang bijaksana agar keberagaman justru menjadi kekuatan yang dahsyat.
“Oleh sebab itu, kewaspadaan dan khususnya program deteksi dini dalam rangka pencegahan potensi konflik mutlak dilaksanakan dan ini sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial,” kata dia.
Pencegahan konflik dapat dilakukan melalui empat hal yakni memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik, dan melalui sistem peringatan dini. Tentu langkah tersebut tidak hanya oleh pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah dan masyarakat.
“Kegiatan ini diyakini akan membangkitkan rasa sepenanggungan, rasa memiliki sehingga warga akan mendekatkan diri satu sama lain yang pada gilirannya akan mendorong terciptanya solidaritas sosial dalam kehidupan sosial yang harmonis yang saling menghormati, saling menghargai,” tandas Agus. (yendhi/tri)