JAKARTA – Perluasan ganjil genap (Gage) yang mulai diterapkan Senin (9/9/2019) membuat pekerja ‘tersandera’ di kantor. Untuk pulang ke rumah, mereka terpaksa harus menunggu usainya waktu ganjil genap.
Mereka terpaksa harus menunggu usainya waktu kebijakan tersebut berakhir untuk pulang ke rumah.
“Perluasan ganjil genap bikin saya tua di kantor. Mau tidak mau saya pulang ke rumah setelah waktu kebijakan tersebut usai,” tutur Robby, pegawai perkantoranb karyawan yang bekerja di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat.
Ia mengaku bukan tidak ingin menggunakan angkutan umum untuk menjalani aktifitasnya sehari-hari ke kantor. Namun bila kalkulasikan ongkos dan waktu yang harus dikeluarkan setiap harinya dengan menggunakan angkutan umum hal itu cukup menguras kantong dan energinya.
Pasalnya meski ia tinggal di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, yang notabene tidak jauh dari kantornya, namun akses angkutan umumnya cukup sulit.
“Bila saya bawa mobil uang bensin Rp50 ribu untuk dua hari perjalanan. Namun bila menggunakan angkot lebih dari itu. “Misalnya saja saya harus naik ojek online sekali perjalananya sekitar Rp19 ribu. Pulang pergi setidaknya harus mengeluarkan ongkos Rp38 ribu,” imbuhnya.
Begitupun dengan bila dirinya harus naik Transjakarta. Dari rumahnya ia masih harus naik ojek ke halte bus Transjakarta. Belum lagi waktu di perjalanan yang dinilainya cukup menguras tenaga. Dengan berbagas alasan tersebut, Robbypun terpaksa memilih untuk tinggal di kantornya lebih lama hingga gage berakhir.
Hal yang sama juga diakui Yudhis, warga Depok yang bekerja di sekitaran Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Ia juga mengutarakan lebih memilih untuk tinggal di kantor sampai malam. “Yah mau nggak mau tunggu sampai jam gage berakhir. Karena lokasi kantor saya memang di tengah-tengah jalan yang diberlakukan kebijakan tersebut. Karena mencari jalur alternatif pun tidak memungkinkan karena akan kembali terjebak di jalang yang juga diberlakukan gage,” kata Yudhis.
Sementara itu seperti yang telah diprediksi sebelumnya, perluasan gage bakal mengakibatkan kepadatan lalu lintas di jalur alternatif. Pengendaran akan memilih jalur tersebut untuk menghindari gage.
Seperti yang terpantau di Jalan Warung Buncit Raya, kemacetan terlihat di sejumlah jalan alternatif, seperti Jalan Kemang Raya dan Jalan Pangeran Antasari Raya. Kendaraan merangsek di jalan-jalan itu untuk menghindari Jalan Fatmawati Raya yang diberlakukan gage.
Sementara, Jalan Fatmawati Raya, mulai dari Simpang Rumah Sakit Fatmawati-Melawai-Jalan Sisingamangaraja terlihat lengang pada kedua arah. Pengendara sepeda motor maupun mobil yang berplat nomor ganjil terlihat saling memacu kendaraannya.
Kasudin Perhubungan Jakarta Selatan Christianto mengatakan, dalam penerapan gage di wilayahnya sebanyak 121 kendaraan ditilang. Tindakan itu mulai penilangan STNK sebanyak 46 dan SIM 75.
Sedangkan di Jakarta Timur, sebanyak 297 pengendara ditilang.Kasat Lantas Polres Jakarta Timur, AKBP Sutimin mengatakan kendaraan roda empat yang ditilang di empat ruas jalan. Dan pelanggaran terbanyak di Jalan DI Panjaitan dan Ahmad Yani.
Adapun di Jakarta Barat penilangan akibat melanggar gage dilakukan terhadap 153 kendaraan. Sejumlah pengendara yang ditindak umumnya hanya pasrah dan berharap jumlah dendanya masih berkurang dari Rp500.000.
“Saya memang salah karena terobos kawasan ganjil genap. Tapi tolong dong dendanya jangan Rp500.000 besar banget tuh dendanya,” ujar Sisca yang ditilang karena melintas di kawasan Tomang ke arah Harmoni kepada petugas gabungan.(wandi/ifand/rachmi/ruh)