Thursday, 05 December 2019

Rp105 Triliun Dana Otsus Papua dan Papua Barat Tidak Total Dinikmati Rakyat

Selasa, 10 September 2019 — 20:33 WIB
Mervin S. Komber saat memaparkan soal Otsus. (rizal)

Mervin S. Komber saat memaparkan soal Otsus. (rizal)

JAKARTA  – Dana otonomi khusus (Otsus) yang digelontorkan ke Papua dan Papua Barat, sekitar Rp 105 triliun (2002 – 2020)  ternyata tidak dinikmati warga Papua dan Papua Barat secara total.

Padahal dana yang diglontorkan  sebesar itu diharapkan bisa mengangkat pendidikan dan kesejahteraan rakyat Papua. Hanya saja Otsus itu selama ini tanpa peraturan daerah khusus (Perdasus) atau peraturan daerah istimewa (Perdasi).

“Otsus ini anugerah Tuhan bagi rakyat Papua. Saya mengikuti sejak  1999, dimana tim 100 Papua bertemu Gus Dur hingga terbit UU No.21 tahun 2002 tentang Otsus Papua.  UU bersamaan dengan dibentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui PP tahun 2005, tapi selanjutnya tak ada lagi PP, Perdasus, dan Perdasi sebagai rujukan aturan dana Otsus dimaksud. Kami ingin Perdasus dan Perdasi itu diterbitkan,” demikian Mervin S Komber, Senator asal Papua, Selasa (10/9/2019)

Mervin S Komber yang  juga Ketua Badan Kehormatan DPD RI, mengatakan hal itu  dalam forum legislasi ‘Membedah UU Otsus Papua, Telaah Upaya Pemerintah Redam Konflik di Bumi Cendrawasih’  di Kompleks Parlemen, Selasa.

Ikut berbicara dalam kesempatan itu,  Wakil Ketua Komisi I DPR Satya W Yudha, anggota Komisi II DPR Abdul Hakam Naja, dan Ketua Papua Center UKI Jakarta, Ibu Antie Soleman.

Mervin menegaskan, tanpa Perdasus, Perdasi, gubernur yang memiliki kewenangan penggunaan dana Otsus tersebut mendistribusikan langsung ke bupati-bupati sebesar 90 persen, karena tak ada Perdasus sebagai rujukan penggunaan pelaksanaan dana Otsus tersebut.

Karena itu, kalau BPK mau mengaudit dana tersebut, standar dan ukurannya apa?  “Sudah puluhan Perdasus yang diajukan ke pusat, tapi tak satu pun yang diterbitkan. Kami berharap DPR mendukung terbitnya Perdasus, Perdasi, dan atau PP agar penggunaan dana itu clear. Dan, sebaiknya duduk bersama untuk membahas semua itu,” beber Mervin.

Termasuk anggota DPR dan DPRD, yang dari Papua dan Papua Barat itu pada pemilu 2019 lalu tak sampai 50 persen. Dan, dia mengapresiasi langkah Presiden Jokowi, yang telah mempertemukan semua tokoh Papua dan Papua Barat di Istana Negara. “Saya berharap bendera Bintang Kejora dan Parpol lokal kultural itu diizinkan,” ucapnya.

Satya Yudha mengatakan, kalau bendera dan parpol lokal seperti di Aceh, tak bisa lagi dilakukan. Kalau ada MRP DPRP, parpol, bendera sendiri, dan hubungan luar negeri juga diberikan, pasti akan ada kecurigaan sebagai persiapan untuk merdeka.

“Untuk kedaulatan suatu negara itu tiga hal yang tak boleh diberikan adalah masalah keuangan, pertahanan dan hubungan luar negeri. Semua itu tetap menjadi kewenangan pusat,” kata politisi Golkar itu. (rizal/win)