Jika anda sedang membutuhkan situs poker online terbaik Indonesia 2025, silakan kontak kami di PoskotaNews untuk mendapatkan link daftar dan login IDN Poker di situs agen resmi IDN Play terpercaya, Nirwanapoker.

Nikmati semua pertandingan bola sejagat raya, dapatkan odds terbaik di situs judi bola IDN Sport besutan IDN Play dan bersenang-senanglah dengan sesama penggila sepak bola Indonesia di komunitas petaruh bola situs VIO88.

Jika anda ingin bermain Toto Macau dengan hasil maksimal, mulailah dengan membuat prediksi togel yang terencana. Tentukan jumlah putaran, pola angka keluaran dan evaluasi setiap akhir minggu. Dengan sistem seperti ini, taruhan anda akan lebih terkordinasi dan tidak mengandalkan hoki semata. Situs bandar toto togel ARIZONA88 menyediakan tabel pengeluaran Toto Macau 4D yang bisa diakses 24 jam secara gratis. Dengan menggunakan data toto macau di halaman situs ini > https://rattegioielli.com sebagai acuan dalam membuat prediksi togel, itu akan memberi anda keunggulan psikologis dan strategi.

Di acentalaska.com, mereka memahami bahwa masalah kesehatan bisa menakutkan. Itulah sebabnya tim Acent Anchorage berupaya semaksimal mungkin untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi setiap pasien. Dokter spesialis meluangkan waktu untuk mendengarkan dan menyesuaikan perawatan dengan kebutuhan unik Anda. Baik konsultasi maupun prosedur bedah di BioPharma Global, Anda dapat mempercayai mereka untuk memprioritaskan kesejahteraan Anda. Bergabunglah dengan komunitas pasien ACENT yang puas hari ini!


Thursday, 05 December 2019

Haryono Umar: Dalam Memutuskan Kasus Korupsi, Pimpinan KPK Harus Kolektif Kolegial

Kamis, 12 September 2019 — 20:19 WIB
Haryono Umar dan Masinton Pasaribu saat memaparkan soal 'Tantangan Pimpinan KPK Baru, Mampu Benahi Internal dan Berantas Korupsi' (rizal)

Haryono Umar dan Masinton Pasaribu saat memaparkan soal 'Tantangan Pimpinan KPK Baru, Mampu Benahi Internal dan Berantas Korupsi' (rizal)

JAKARTA –  Mantan pimpinan KPK Haryono Umar mengatalan, bila  dalam memutuskan seseorang melanggar etik menjadi tersangka dan atau kasusnya dilanjutkan dalam kasus korupsi, itu harus diputuskan secara kolektif kolegial. Tak bisa diputus oleh satu, dua, tiga, empat orang, melainkan kelima pimpinan harus kompak.

“Jadi, satu pun pimpinan KPK yang menolak, maka kasus itu tak bisa dilanjutkan untuk digelar perkaranya. Itu sudah diatur dalam UU No.30 tahun 2002 tentang KPK,” demikian Haryono Umar dalam diskusi di DPR, Kamis (12/9/2019).

Tampil pula sebagai poembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi  ‘Tantangan Pimpinan KPK Baru, Mampu Benahi Internal dan Berantas Korupsi’   anggota Komisi III DPR RI (FPDIP) Masinton Pasaribu.

Seperti kasus dugaan pelanggaran etik Irjen (Polri) Firli Baharu, yang disebut Capim KPK Alexander Marwata, tidak diketahui oleh tiga pimpinan KPK (Alexander, Agus Rahardjo, dan Basaria Panjaitan). KPK Rabu (11/9) kemarin kirim surat ke Komisi III DPR bahwa Irjen Firli telah melanggar etik.

Karena itu menurut Haryono, pimpinan KPK itu harus figur yang kompeten dan memaham hukum sejak menerima Dumas (pengaduan masyarakat), pengumpulan bukti-bukti, keterangan, saksi, beracara dan sebagainya. Dengan begitu, maka akan mampu mengendalikan dan mengarahkan apa yang akan dilakukan oleh pegawai KPK.

Apalagi kata Haryono, kasus yang diungkap banyak yang sudah diatas lima (5) tahun. “Jadi, menetapkan kasus itu harus sesuai standar operasional (SOP) yang ditetapkan UU. Setiap tahapan kasus itu pun selalu ada gelar perkara. Tak bisa keluar dari aturan,” ujarnya.

Haryono berharap Komisi III DPR bisa memilih 5 pimpinan KPK yang terbaik dari 10 yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sekarang ini. “Siapapun yang terpilih selama memenuhi prosedur dan aturan yang ada, maka harus diterima oleh KPK. KPK itu hanya pelaksana UU,” jelasnya.

Oleh sebab itu kata dia, revisi UU KPK yang sudah disetujui pemerintah dan DPR itu tinggal dibahas secara transparan. ’”Demo-demo penolakan sudah tak perlu lagi karena Presiden Jokowi sudah menerbitkan Surpres (surat presiden). Jadi, tinggal dibahas dengan transparan dan melibatkan masyarakat luas,” katanya.

Sementara, Masinton menilai surat KPK terhadap Irjen Firli tersebut sama halnya saat uji kelayakan dan kepatutan terhadap Jenderal (Pol) Budi Gunawan untuk menjadi Kapolri di Komisi II DPR  pada 2015 silam.

Khusus kasus Irjen Firli ini terjadi pada Mei 2018. “Kenapa sekarang? Kalau begini KPK akan menjadi Komisi Penghambat Karir, dan WP KPK bukan lagi wadah pegawai, tapi wadah politik pegawai,” katanya. (timyadi/rizal/win)