Thursday, 05 December 2019

Etika Berkendara

Rabu, 18 September 2019 — 9:13 WIB

BERAGAM kasus pelanggaran lalu lintas acap menjadi perhatian publik. Ini bukan karena siapa yang melanggar atau bentuk pelanggaran yang dilakukan pengemudi, tetapi lebih kepada perilaku si pelanggar ketika ditegur petugas atau akan ditilang.

Ada pengemudi yang marah- marah kepada polisi lalu lintas, ada yang menuding – nuding sambil memaki – maki. Ada pula yang karena panik memacukan mobilnya selagi polisi masih berada di depan, seperti di terjadi si kawasan Pasar Minggu,Jakarta Salatan baru – baru ini.

Untuk menyelamatkan diri, polisi yang hendak menilang secara reflek menempel ketat di kap depan mobil hingga melaju sejauh 200 meter.
Jika hanya melihat foto, tanpa keterangan gambar, tentu akan menilmbulkan multi tafsir. Apalagi jika diberi narasi sedikit nakal.

Bentuk pelangaran, penyebab kejadian, dan kronologi kejadian tidak akan diulas lebih rinci. Toh kasusnya sudah berakhir damai, antara pengemudi dan polisi sudah saling memaafkan dan berpelukan.

Yang hendak kita sampaikan adalah bagaimana agar kejadian serupa tidak terulang.

Dari insiden tersebut ada pesan yang perlu disampaikan kepada kita semua bahwa mematuhi etika tidak hanya dalam berkomunikasi, dalam pergaulan sehari di lingkungan kerja dan masyarakat. Etika perlu juga ditumbuhkan ketika kita mengemudi kendaraan bermotor baik roda dua, empat atau lebih.

Janganlah kita beretika hanya ketika berkendara di jalan – jalan milik komplek, lingkungan perumahan. Meski ketika berada di jalan raya – jalan umum, etika berkendara hendaknya perlu diutamakan.

Justru karena jalan umum, milik semua, semua pengguna memiliki hak yang sama, sebaiknya makin bertata krama, beretika. Bukan sebaliknya mengutamakan hak pribadinya di atas kepentingan umum.

Sifat egois, mau menang sendiri tidak layak dipertontonkan karena sejatinya tak sesuai akar budaya kita. Budaya bangsa yang mengutamakan adanya sikap tolerensi, saling memaafkan, saling menghargai satu sama lain.

Main serobot, saling dahulu mendahului tanpa mengabaikan kepentingan orang lain, cermin tidak adanya etika berkendara. Lebih – lebih sampai melanggar norma.

Mari kita mulai dari masing- masing pribadi untuk senantiasa berkendara penuh dengan etika.

Begitu juga bagi para petugas di lapangan untuk selalu menahan diri dari beragam godaan yang berada di depan mata. Godaan untuk menahan diri tidak terpancing emosi. Godaan agar tidak serta merta melakukan tindakan hukum. Ada baiknya mulai dengan menarik simpati publik, ciptakan rasa empati sebelum menilang.

Sebab, keberhasilan pengaturan lalu lintas bukan dari banyaknya surat bukti pelangaran (tilang), tetapi sedikitnya pelanggaran. (*)