Thursday, 05 December 2019

Tok! Revisi UU KPK Sah Setelah Hampir 1 Dekade Mengalami Penolakan

Rabu, 18 September 2019 — 6:33 WIB
KPK-yendhi

JAKARTA – Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya sah mengalami revisi pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengesahan dilakukan DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019) siang.

Pro dan kontra pun bermunculan. Banyak yang menyesalkan, namun tak sedikit pula yang mendukung.

Terlepas dari itu, sedianya, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bukan baru kali ini muncul. Wacana untuk memperbaiki regulasi ini pertama kali diembuskan pada era Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dari data yang dihimpun poskotanews.com, upaya merevisi UU KPK awalnya terjadi pada 26 Oktober 2010 oleh Komisi III DPR yang dipimpin politikus Partai Demokrat, Benny K Harman.

Bahkan, pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sempat pula sampai ke usul inisiatif DPR pada 2011 meski akhirnya tak kunjung dibahas hingga penghujung 2011.

DPR dan pemerintah lalu kembali memasukkan revisi UU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012. Kali ini, Komisi III mulai serius merumusan draf revisi UU KPK. Hingga kemudian mendapat kritik karena dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK.

Abraham Samad, Ketua KPK saat itu pun menyampaikan protes dengan mengatakan revisi dapat mengkebiri kewenangan lembaga yang dipimpinnya. Salah satu poin yang paling mendapat perhatiannya ketika itu adalah mengenai mekanisme penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan negeri. “Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja,” kata Abraham pada 19 September 2012.

Revisi peraturan KPK itu akhirnya gagal dilakukan setelah SBY menolaknya. Ia menganggap revisi belum perlu dilakukan karena timing-nya tidak tepat.

“Pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi, saya pandang kurang tepat untuk dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang ini kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi,” kata SBY dalam pidatonya, di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10/2012).

(BacaUU KPK Hasil Revisi DPR dan Presiden Cacat Formil)

Seiring dengan banyaknya penolakan, Komisi III pun angkat tangan dalam pembahasan revisi UU KPK. Proses pembahasan revisi UU KPK kemudian diserahkan ke Badan Legislasi DPR. Dan pada 17 Oktober 2012, semua fraksi di Baleg sepakat untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK.

Sejak itu, pembahasan revisi UU KPK terhenti sampai akhirnya Jokowi terpilih sebagai Presiden. Memasuki tahun 2015, upaya merevisi KPK kembali mencuat dan kembali masuk ke dalam prioritas Prolegnas 2015. Semua fraksi kali ini setuju melakukan revisi. DPR saat itu menyebut dimasukkannya RUU KPK dalam Prolegnas 2015 karena usulan dari Menkumham Yasonna Laoly.

Pada 7 Oktober 2015, rapat Baleg DPR kembali membahas draf revisi UU KPK. Beberapa di antaranya mengatur soal pembatasan usia institusi KPK hanya sampai 12 tahun, memangkas kewenangan penuntutan, membatasi proses rekrutmen penyelidik dan penyidik secara mandiri.

Namun, pada 13 Oktober 2015, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK setelah mendapat penolakan yang keras dari publik, termasuk internal KPK. Selain itu, kesepakatan menunda pembahasan revisi UU KPK juga tercapai setelah Presiden Jokowi dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara.

Menko Polhukham Luhut Panjaitan menyatakan, alasan penundaan karena pemerintah merasa masih perlu memastikan perbaikan ekonomi nasional berjalan baik. “Kita sudah sepakat mengenai penyempurnaan Undang-Undang KPK itu kita masih menunggu pada persidangan yang akan datang,” kata Luhut.

Belum berhenti, upaya untuk merevisi UU KPK kembali berlanjut pada 2016-2019 meski terus mendapat penolakan. Prosesnya hampir sama berulang seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hingga kemudian wacana revisi KPK kembali muncul pada Kamis (5/9/2019). Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu mengatakan, rencana revisi UU KPK memang sudah menjadi pembahasan sejak 2017. Menurut dia, semua fraksi di DPR dan pemerintah sepakat akan rencana itu.

Akhirnya dengan mulus, rapat paripurna DPR  mengesahkan  Revisi UU KPK menjadi UU KPK yang baru. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna ke-9 tahun sidang 2019-2020 yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

(BacaDPR Akhirnya Sahkan RUU KPK Jadi Undang-undang)

Perubahan menyangkut beberapa hal, antara lain terkait penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), dan status kepegawaian KPK. (*/ys)