EGY Massadiah melakoni banyak peran dalam hidupnya. Dia berteater dengan Putu Wijaya, menjadi wartawan tabloid ‘Wanita’, menulis sejumlah buku, terjun ke bisnis, ikut berpolitik dan berpartai hingga mendampingi Wakil Presiden HM Jusuf Kalla, mementaskan teater, menjadi produser film, dan kini merapat di BNPB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bersama Let.Jend. Doni Monardo.
Darah Bugis yang mengalir di tubuhnya menjadikannya sosok gigih, suka petualang, biasa merantau (sompe’), melandasi setiap gerak, langkah, dan keputusannya, demikian cerita dari sahabatnya sesama penulis, Rosso Daras, tentang Egy.
Egy (53), merantau ke Jakarta tahun 80-an dengan modal DOT: dengkul, otot, tekad. Kedatangannya di Jakarta disambut film Imam Tantowi, “Kejamnya Ibu Tiri tak Sekejam Ibu Kota”. Film produksi tahun 1981- yang menggambarkan kehidupannya dalam dunia nyata. Egy pun sempat menjalani sederet profesi sopir, kuli panggung, kenek tukang batu, sampai pengamen untuk bertahan hidup.
Sekalipun begitu, tekad menaklukkan ibukota begitu bergelora. Pantang pulang sebelum jadi “orang”. Karenanya, apa pun jenis pekerjaan disadarinya sebagai batu loncatan untuk menggapai mimpi yang telah ia gantungkan tinggi di langit.
Meski kehidupannya keras, pria kelahiran Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan, 27 Desember 1966 ini justru tertarik pada bidang seni. Dia tertambat di Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya. Egy menunjukkan totalitasnya di teater. Sebelum dipercaya memainkan peran dia menjalani semua proses dan segala tugas yang diberikan.
Putu Wijaya itu, yang selain dikenal sebagai teaterawan, juga merupakan wartawan dan sastrawan terpandang, menginspirasi Egy belajar menulis. Sampai kemudian dia terjun sebagai penulis memenangi lomba penulisan esai Diplomasi Kebudayaan Indonesia-Amerika dalam rangka KIAS tahun 1987 dan menjadi kontributor lepas di sejumlah surat kabar pada 1987-1994. Kemudian menetap di tabloid ‘Wanita’Redaktur Pelaksana milik Tutut Soeharto dengan jabatan Redaktur Pelaksana.
Tulis Buku
Di sela sela mengedit tulisan rekan, Egy menulis sejumlah buku, antara lain ‘Srikandi: Sejumlah Wanita Indonesia’; ‘Top Eksekutif Indonesia’; ‘Top Pengusaha Indonesia’ pada tahun ‘90 an. Buku terakhirnya adalah ‘Bung Karno Ata Ende’ yang ia tulis bersama Roso Daras yang merupakan bagian dari pembuatan film “Ketika Bung di Ende” (2013), di mana Egy bertindak selaku produser.
Meski sukses sebagai penulis dna jurnalis, alumni STIA YAPAN, Jakarta (2000-2004) ini tak melupakan teater yang membesarkannya. Dia aktif sebagai pemain, mementaskannya, antara lain lakon Mega Mega Arifin C Noor di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta menyambut “Art Summit International Festival 2013”. Ia pernah menjadi sutradara lakon BOM karya Putu Wijaya di Slowakia pada 2012.
Teater mendekatkan Egy ke dunia akting film. Tahun 2007, ia pernah membintangi film yang ia produseri sendiri “Lari Dari Blora”.
Di luar dunia seniman, Egy aktif membantu Wakil Presiden RI Jusuf Kalla atau JK sebagai staf ahli dan pada 2013, menangani pertemuan organisasi perdamaian Centris Asia Pacific Democratic International (CAPDI) di mana JK adalah ketuanya.
Tahun 2014, ia bahkan pernah dicalonkan menjadi Caleg oleh Partai Golkar untuk Dapil Jakarta IV (Jakarta Selatan dan Luar Negeri). Sayang, ia gagal menembus Senayan. “Semua ada hikmahnya. Mungkin memang lebih baik jika saya berkiprah di luar politik,” ujar Egy. (dms)