SEORANG ibu menggendong anaknya yang berumur satu tahun, sambil mendorong gerobak. Gerobak sayur. Dia pun berteriak, ”Sayur, sayur, sayur, Bu, masih lengkap kangkung, bayem,kacang panjang, labuh siem, cabe tomat, tempe,tahu, ikan asin!”
Dia memang menjual sayur-sayuran, dari gang ke gang memenuhi kebutuhan warga sekitar. Sesekali anaknya merengek dan dia pun dengan sabar menenangkan . Dengan memberi mainan.
Di tempat lain, juga seorang ibu menggendong anak juga umurnya berkisar satu tahun. Tapi, dia berkeliling dari satu pintu ke pintu, atau ngetem di perempatan lampu merah. Dia dengan bermodal belas kasihan, meminta-minta.
Dua contoh di atas, itu hitam putih, seperti langit dan bumi. Tak perlu ditanya, pasti orang akan sangat simpati pada ibu yang pertama. Dia mencari rezeki dengan halal. Sementara ibu yang satu dengan modal belas kasihan. Itu yang disebut pengemis alias peminta-minta.
Tidak ingin membahas lebih jauh soal dua pekerjaan yang dilakukan dua ibu tadi, tapi betapa ibu-ibu yang sudah begitu berat tanggungjawabnya masih harus mencari nafkah. Seorang ibu dalam sepanjang hidupnnya, dia melahirkan, memelihara dan mengurus anak. Belum lagi urusan rumah tangga, mencuci, masak dan lainnya. Itu urusan ibu rumah tangga.
Tapi mengapa harus mencari nafkah? Ya, kebanyakan keluarga di negeri ini, untuk kelas ke bawah, kebanyakan suami istri mencari nakah. Dan itu sudah dianggap biasa. Suami jadi buruh, istri berjualan atau usaha apa saja. Semuanya untuk menambal sulam biaya hidup mereka yang sangat berat.
Bukan ingin memuji, tapi wanita memang hebat. Jangankan punya suami , sebagai orang tua tunggal saja, mereka mampu menghidupi keluarganya. Walau dengan susah payah, jadi buruh atau apa saja, termasuk minta belas kasihan orang? Apa boleh buat! (massoes)