JAKARTA – Presiden Asosiasi Doktor dan Profesor Hukum Indonesia (APDHI) Dr. Dini Dewi Heniarti, SH, M.Hum sangat prihatin dan mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas para pengimpor sampah plastik yang semakin lama semakin banyak menimbun di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sebab, di tengah masyarakat dan pemerintah berupaya membersihkan sampah plastik dan beraneka limbah dari laut maupun hulu ke hilir Sungai Citarum kini berdatangan ribuan kontener limbah plastik dari beberapa negara.
“Oleh karenanya APDHI mengecam importir limbah plastik tersebut dan menyayangkan pemerintah yang mendiamkan saja tanpa secepatnya melakukan reekspor kembali limbah tersebut ke negara asalnya,” kata Dini, di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Lebih lanjut Dini mengatakan di saat Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Persiden No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum, tiba-tiba dihebohkan dengan adaya ratusan kontainer impor diduga berisi sampah/limbah plastik yang sampai saat ini masih tertahan di pelabuhan Tanjung Priok.
“Saat ini Pemerintah dan Masyarakat berupaya membersihkan Sungai Citarum dari beraneka limbah dari Hulu ke hilir dengan Program ‘Citarum Harum’ , namun para Pengimpor sampah plastik seakan menantang Pemerintah dan masyarakat yang peduli dengan Lingkungan hidup dengan masalah Impor Plastik tersebut,” ujar Dr Dini Dewi Heniarti, SH, MHum.
Menurutnya, dengan membanjirnya limbah plastik masuk Indonesia lingkungan hidup Kini terancam tercemar, sebab hak atas lingkungan hidup menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia sehingga telah menjadi hak konstitusional setiap warga negara.
“Selain itu, dilihat dari kacamata Kepabeanan, limbah plastik yang terkontaminasi limbah B3 tersebut berpotensi membebani keuangan negara bila barang tersebut ditetapkan menjadi Barang Milik Negara (BMN) yang pada ujungnya harus dimusnahkan dengan anggaran dari negara,” ungkapnya.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian Terhadap Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Dikuasai Negara, dan Barang Yang Menjadi Milik Negara, pada pasal 3 ayat 2 menyebutkan “ BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor, dinyatakan sebagai BMN.
Menurut dia, APDHI mengkhawatirkan jIka kontainer sampah plastik semakin berlarut penyelesaiannya maka akan berdampak pada terganggunya kelancaran arus barang di terminal peti Kemas maupun fasililitas TPS di pabean Priok dan pelabuhan lainnya, sehingga instansi berwenang harus segera bertindal cepat dan tegas.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mesti menyatakan apakah kontainer impor limbah itu dapat direlease keluar pelabuhan atau harus dire-ekspor. (dwi/win)