JAKARTA – Suasana sumringah menghiasi raut wajah Prabowo Subianto beberapa hari balakangan ini. Sudah tak terkesan rona kekesalan dan kesedihan usai kalah dalam kontestasi Pilpres 2019.
Ya, suasana itu terpancar setiap kali usai menemui tokoh-tokoh penting ‘penentu’ negeri ini. Prabowo selaku tokoh politik terkemuka dalam tiga hari ini melakukan safari politik tingkat tinggi.
Pertama, ia memenuhi undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (11/10/2019) di Istana Merdeka. Kedua, safari politik berlanjut mengunjungi Ketua Partai Nasdem Surya Paloh, Minggu (13/10/2019). Ketiga, bersilaturahmi dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Segera saja muncul pertanyaam di publik, ada apakah gerangan tiba-tiba Prabowo melakukan safari politik. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga diundang Jokowi ke Istana, tapi tidak berlanjut safari politik.
Jawaban sekilas sudah didapat publik di berbagai media, yakni kemungkinan ada keinginan untuk berkoalisi dengan Presiden Jokowi, mungkin ada kader Partai Gerindra yang akan dijadikan menteri.
Kiranya hal itu belum membuat publik berhenti bertanya-tanya. Inilah hal yang menarik ubtuk dilihat dari beebagai sisi soal safari politik Prabowo tersebut.
Pertemuan Prabowo dengan Jokowi merupakannpertemuan yang kedua. Tapi kali ini pertemuan terasa spesial karena momentumnya sedang menghadapi sidang MPR untuk pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin. Selain itu, juga berdekatan dengan momentum penyusunan kabinet.
Maka, mengkaitkan pertemuan Prabowo-Jokowi dengan kemungkinan koalisi merupakan hal sangat logis meski kedua belah pihak merupakan lawan politik di Pilpres 2019.
Dari pertemuan yang telah diadakanndi Istana itu, baik Jokowi maupun Prabowo mengungkap masalah kemungkinan koalisi. Diungkap juga soal rencana kepindahan Ibukota Negara RI dari Jakarta ke Kalimantan Timur, serta kondisi ekonomi global terkait perekonomian nasional.
Pertemuan di Istana adalah undangan Jokowi, artinya Presiden yang punya kehendak. Diperkirkan di dalamnya Jokowi punya agenda-agenda penting yang perlu dibicarakan dengan bwrbagai pihak yang berkompeten.
Katakanlah, urusannperpindahan Ibukota Negara, Jokowi memang memerlukan dukungan dari seluruh komponen bangsa ini. Sebab, perpindahan ini adalah pertaruhan nasib bangsa, samgat penting, dan masalah Ibukota Negara itu juga termaktub dikonstitusi UUD 1945.
Prabowo adalah pihak yang sangat penting, karena rival.politik di Pilpres, yang memiliki masa pemilih mencapai sekitar 59 juta orang dewasa (belum termasuk anak-anaknya yang belum punya hak pilih). Jokowi merasa perlu berbicara dan mendapat dukungan dari Prabowo, agar rencana pemindahan Ibukota bisa berjalan lancar, paling tidak meminimalisir tekanan politik secara riel.
Lantas berlanjut soal pertemuan Prabowo dengan Surya Paloh. Safari politik ini mengundang tanda tanya si publik, kenapa setelah bertemu Jokowi, harus berlanjut ke Surya Paloh. Lagi–lagi menebak soal koalisi.
Kalau berbicara soal koalisi dengan Surya Paloh kiranya relevan, karena sejauh ini Ketum Nasdem itu bersuara lantang bernada penolakan terhadap suara-suara keinginan untuk memasukkan kader parpol oposisi ke dalam Kabinet Jokowi.
Kalau demikian halnya, maka kehadiran Prabowo ke Surya Paloh kiranya untuk membicarakan hal tersebut, karena kemungkinan ada keinginan Jokowi.
Prabowo semacam diminta tolong Jokowi untuk berbicara dengan Surya Paloh membicarakan koalisi, dengan bingkai besar demi kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bangsa dan negara.
Lantas, pertemua Prabowo dengan Cak Imin Senin, malam, misinya mirip dengan safari politik ke Surya Paloh. Sejauh ini Cak Imin bisa silihat sedikit terluka, karena keinginannya ubtuk menjadi Ketua MPR tidak mendapat dukungan dari parpol lain, kemungkinannjuga tidak mendapat restu Jokowi.
Padahal, posisi Cak Imin dan PKB tidak bisa dianggap enteng, karena PKB merupakan oendukung utama Wapres Ma’rud Amin, dan partai yang sejak awal mendukung Jokowi.
Maka, kalau Prabowo berbicara koalisi pendukung Jokowi, perlu juga kulonuwun kepada PKB (Cak Imin). Dengan catatan, bahwa Prabowo/ Gerindra ke koalisi merupakan keinginan Jokowi untuk mendapat dukungan full mayoritas dari kekuatan parpol di parlemen.
Masalah Sidang MPR
Kalau misalanya prediksi Prabowo masuk koalisi di atas terbantahkan, maka ada sisi lain yang juga terkait keinginan Jokowi untuk mendapatkan dukungan, yakni dalam sidang umum MPR yang agendanya bekum sepenuhnya bulat untuk membahas masuknya kembali GBHN menjadi Tap MPR.
Jokowi berkepentingan untuk mendapat dukungan di MPR yakni terkait rencananya memindahkan Ibukita Negara ke Kaltim. Jokowi menginginkan dukungan bulat dari semua parpol dan kelompok DPD RI sebagai unsur di MPR. Dalam hal ini maka PKS kiranya juga akan diundang ke Istana oleh Jokowi.
Prabowo termasuk membawa hal itu untuk didiskusikan sengan Surya Paloh dan Cak imin, mungkin dengan tokoh lainnya. Gerindra dan Prabowo sendiri pastinya oleh Jokowi juga diminta dukungannya untuk memberi persetujuan secara formal di MPR, sebab di parpol itu sempat ada penolakan untuk perpindahan Ibukota negara tersebut.
Segi Ekonomi
Kata pepatah, tak ada makan siang gratis. Maka, kalau Jokowi meminta dukungan Prabowo, kiranya bukan sesuatu hal yang sekedar di komitmen (omongan di mulut). Ada imbal balik yang signifikan. Itu bisa saja dalam bentuk kursi menteri di kabinet, bisa juga bentuk lain yang sifatnya saling menguntungkan.
Kalau kita baca tulisan Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, lahan Prabowo di Kalimantan Timur termasuk yang jadi rencana lokasi Ibukota negara. Itu juga merupakan hal menarik.
Undangan Jokowi perlu disambut, karena bagaimana pun Prabowo dan keluarga adalah pengusaha. Menolak undangan itu bisa berbahaya untuk periuk Prabowo. (win)