JAKARTA – Sebanyak dua mahasiswa Universitas Krisnadwipayana menjadi korban penganiayaan oleh aparat kepolisian, saat aksi unjuk rasa di sekitar gedung DPR RI, Jakarta, pada 24 September 2019.
Peristiwa ini berawal ketika kedua korban, yakni Gusti Aji Pangestu dan Mohammad Yoverly, berusaha melarikan diri dari kejaran aparat kepolisian. Saat itu, kedua korban berada di sekitar flyover Ladokgi, sedangkan rombongan mahasiswa Unkris telah berkumpul di Bendungan Hilir.
“Kejadiannya di sekitar JCC. Kita ke sana karena ada gas air mata. Kita terpencar dengan teman-teman, lalu kabur ke sana (JCC Senayan) supaya tidak terkena gas air mata,” ujar Gusti Aji kepada wartawan, Senin (14/10/2019).
Namun saat tengah melarikan diri, keduanya dipanggil oleh aparat kepolisian. Bahkan aparat kepolisian itu disebut-sebut mengancam akan menembak kaki kedua korban apabila tetap berlari.
“Kebetulan ada satu polisi yang melihat saya berdua. Dia ancam kalau saya lari, nanti saya mau ditembak kaki. Akhirnya saya turutin saja kata-kata dia,” sambungnya.
Saat menyerahkan diri, keduanya justru dianiaya oleh aparat kepolisian. Sehingga keduanya mengalami luka di bagian kepala dan tangan. Akibatnya, Gusti Aji pun dirujuk ke Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat. Sedangkan Yoverly mendapatkan perawatan medis di Bidokkes Polda Metro Jaya.
“Kita disuruh jalan jongkok (di Polda Metro Jaya), dia (polisi) memanggil teman-temannya untuk menghajar kami. (Yang menganiaya) memakai seragam semua, memakai rompi, memakai tutup kepala,” terang Gusti.
Tetapi perihal identitas aparat kepolisian yang menganiaya mereka, Gusti Aji mengaku tak mengetahui identitasnya.
Akibat peristiwa penganiyaan itu, kedua korban pun akhirnya memutuskan untuk melaporkan peristiwa itu ke Propam Polda Metro Jaya. (firda/tri)