Wednesday, 11 December 2019

Polisi Sebut Dosen Nonaktif IPB Berperan dalam Demo Rusuh 24 September

Jumat, 18 Oktober 2019 — 17:14 WIB
Polisi melepas tembakan gas air mata ke mahasiswa yang beraksi di depan Gedung DPD/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta sleatan. (dok/ikbal)

Polisi melepas tembakan gas air mata ke mahasiswa yang beraksi di depan Gedung DPD/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta sleatan. (dok/ikbal)

JAKARTA – Dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith alias AB disebut polisi turut berperan dalam demo yang berakhir rusuh pada 24 September 2019.

Pasalnya, AB beserta lima tersangka lainnya, yakni, SS, SN, SO, dan YD melakukan pemufakatan untuk membuat chaos dan pembakaran saat unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI, pada 24 September 2019. Perencaan itu dilakukan di kediaman tersangka SN, di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, pada 20 September 2019.

“Pada rapat di Ciputat itu sudah terjadi permufakatan untuk membuat suatu kejahatan yaitu mendompoleng kegiatan unras tanggal 24 untuk buat chaos. Ada pembakaran dan buat chaos, itu sudah dibicarakan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (18/10/2019).

“Ada juga pembagian dalam rapat itu, yang merencanakan siapa saja, yang mencari eksekutor siapa, lalu yang menghubungi pembuat bom dan koordinator pencari massa terutama mahasiswa,” sambungnya.

Setelah pertemuan itu dilakukan, YD menghubungi tersangka AB dan keduanya pun bersepakat untuk membuat bom molotov. Di mana bom molotov itu akan digunakan untuk menciptakan kerusuhan.

“Kemudian pada 23 September ini tersangka YD lapor ke tersangka AB, dan disepakati untuk membuat bom molotov untuk digunakan 24 September,” kata Argo.

Selanjutnya, tersangka AB memerintahkan YD untuk meminta dana pembuatan bom molotov kepada tersangka EF, sebesar Rp. 800 ribu. Lalu tersangka EF meminta sang suami AH mentransfer sejumlah uang tersebut ke rekening tersangka UM, lantaran YD tak memiliki rekening.

Begitu uang tersebut telah ditransfer, tersangka YD, UM, dan JKG mendatangai rumah tersangka HLD yang berlokasi di Jakarta Timur. Lalu tersangka JKG dan HLD membeli bensin untuk pembuatan bom molotov tersebut.

“Tanggal 23 sudah dibuat tujuh molotov, kemudian setelah selesai molotov difoto dilaporkan kepada AB dan EF, ini lho bomnya sudah selesai dibuat,” jelasnya.

Pada 24 September saat massa melakukan aksi unjuk rasa, sejumlah tersangka tersebut membawa bom molotov yang telah dibuat itu untuk digunakan di daerah Pejompongan, tepatnya di dekat Flyover Pejompongan, Jakarta Pusat.

Tujuh bom molotov itu dibagi kepada tiga tersangka, yakni dua buah untuk tersangka ADR, dua buah untuk tersangka KSM yang saat ini masih DPO, dan tiga buah dibawa tersangka YD.

“Tiga bom molotov dipegang YD dilempar ke petugas dua biji dan satu biji untuk bakar ban,” pungkas Argo.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 187 bis Pasal 212 KUHP, Pasal 214 KUHP, dan Pasal 218 KUHP. (firda)