“KALAU saja semua seperti saya, negeri aman damai. Ya, saya disiplin. Kalau jalan di jalan raya, berjalan kaki saya cari jalur trotoar. Kala saya naik sepeda, saya juga cari jalur sepeda, naik motor begitu, naik bus dari halte yang sudah ditentukan, dst.” Ujar sahabat Bang Jalil yang menelepon hari itu.
Saya nggak sembaranan bunyikan klakson, ngapain juga kalau dibunyikan, kalau nggak ada gunanya, cuma bikin jengkel orang saja, kayak sopir angkot. Ngebut klakson nawarin sewa penumpang klakson, panggil kawan di seberang jalan klakson. Emangnya ini yang punya kuping cuma dia?
Bunyikan klakson sekadarnya, misalnya di depan ada pengendara yang asyik main HP di atas motor. Padahal sedang berkendara. Bahaya, tuh. Ada yang menyeberang sembarangan, jika harus dilakukan, kalau tetabrak?
Jalan tuh sudah macet, hiruk pikuk, dari kenal pot sampai panas terik, jadi ya jangan pada bikin gaduh. Oh, kalau saya sih bawa kendaraan, selalu patuh pada tanda lalu lintas. Di perempatan lampu merah, jalan kalau lampu hijau. Jangan malah, ngetem.
Penumpang angkutan umum, angkot, bus tertiblah, jangan minta turun di sembarang tempat, kalau tertabrak kendaraan lain, rugi. Coba tuh, tiru bus Transjakarta, misalanya. Antre tertaur dengan tertib, enak kan?
Eh,memang masih ada yang nggak tertib? Banyaklah, lihat tuh angkutan umum yang sulit diatur, para pengendara pribadi juga kayaknya gitu. Buktinya kan masih ada gesekan diantara pengendara, ada juga yang ribut sama polisi?
“ Halo,Pak masih dengar saya?” tanya sahabatnya. Bang Jalil nggak menjawab. Toh, dia lagi dimarahai pengendara lain, gara-gara naik motor melawan arus. Tuh, di tikungan dekat Radio Mersi Laranbgan, Puri Bheta. Tangerang. Mau bukti? Silakan saja Pak Polisi ke situ!
O iya, apakah trotoar masih buat jualan? Kasihan pejalan kaki! (massoes)