Sebagai penyadap kelapa, batok kepala Engkus, 27, hanya berisi degan. Jatuh cinta pada janda pemilik warung, tanpa pakai lobi-lobi langsung mengajak kelonan Marlinah, 36. Tentu saja ditolak. Ee, Engkus jadi marah. Janda pemilik warung tersebut dicekiknya hingga tewas. Penyadap kelapa itu ditangkap dan bakal jadi napi.
Ternyata tak hanya politisi, cowok sedang kasmaran harus pintar juga main lobi. Bedanya adalah, politisi melobi demi kekuasaan, cowok kasmaran demi kenikmatan. Bila kekuasan itu bisa dinikmati 5 tahun (DPR), kenikmatan suami istri bisa lama bisa pendek, tergantung kemampuan ekonominya. Soalnya banyak rumahtangga bubar dengan alasan, suami tak bisa cari uang.
Engkus warga Desa Kertaharja, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran (Jabar), sedang terdampar di daerah Ciamis untuk sekedar mencari sesuap nasi. Di sana dia menjadi buruh penyadap kelapa. Dia menyadap tiap sore, turun naik batang kelapa tanpa perlu izin Dewan Pengawas KPK. Soalnya yang disadap batang manggar, bukan telepon tersangka korupsi.
Dia mangkal di Desa Desa Ciliang Kecamatan Batuhiu, kabupaten yang sama. Untuk makan sehari-hari dia jajan di warung milik Ny. Marlinah, janda bahenol di desa itu. Sambil makan pakai ayam goreng bagian paha, Engkus suka membatin saat dilayani pemilik warung, “Paha ayamnya saja gurih begini, apa lagi paha pemilik warung!”
Dia memang tertarik pada si janda, tapi takut ngomong, apa lagi mendekati. Namun demikian hasratnya kuat sekali, kapan bisa menggauli si janda. Karena kurang pengalaman mendekati perempuan, Engkus jadi peragu, takut bayangan. Dia ingin mendeklarasikan cintanya, tapi di mana dan bagaimana caranya? Masak, mendeklarasikan cinta kok di alun-alun, kayak parpol saja.
Di sela-sela kesibukan menyadap kelapa, beberapa hari lalu dia melihat Marlinah di rumahnya, tak jualan di warung. Dia langsung ngajak ngobrol ngalor ngidul. Tapi ketika suasana belum cair, tahu-tahu Engkus mengajak Marlinah berhubungan intim bak suami istri. Tentu saja langsung ditolak. Masak urusan cinta seperti beli kerupuk saja, begitu dibayar rombong kerupuk boleh dibuka dan ambil sendiri.
“Enggak ah, memangnya saya cewek apaan?” sergah Marlinah. Habis itu memang kesalahan Engkus sendiri, tanpa pakai lobi-lobi politik kok ngajak kelonan. Kalau orang Jawa bilang, itu namanya waton nyreguduk, entah jika dalam bahasa Sunda. Padahal jika tahu slahnya, bisa saja malah Ny. Marlinah dulu yang nantangin, maklum dia kan lama menjanda, sekali waktu kan perlu ngetap olie juga.
Dasar Engkus sableng, ditolak cintanya jadi marah. Marlinah langsung disergap, maunya akan diperkosa, tapi karena melawan akhirnya dicekik hingga tewas kehabisan napas. Setelah membawa lari sejumlah uang dan HP korban, Engkus pun kabur.
Awalnya polisi menduga korban perampokan. Tapi dengan data-data pendukungnya, ketemulah pelakunya si Engkus yang suka makan di warung korban. Engkus pun ditangkap. Dalam pemeriksaan dia mengaku mencekik leher Marlinah, tapi tak bermaksud membunuhnya.
Nyekik paling aman ya di betis, karena lalulintas nyawa nggak di situ. (JPNN/Gunarso Ts)