NIKAH siri biasanya dalam senyap, tetangga tidak tahu. Maka ketika Sri Utami, 47, mau menikah resmi di KUA, dari RT-RW, lurah sampai KUA sendiri tak ada hambatan. Tahu-tahu Pak Penghulu digugat Jaswadi, 55, suami siri Sri Utami. Yang menjadi pertanyaan, apakah nikah siri itu ada bukti hitam putihnya?
Menikah paling aman itu ya di KUA, karena dicatat oleh negara. Tapi karena nikah siri (nikah agama) juga dinyatakan sah, para suami yang malu-malu berpoligami banyak menempuh cara ini. Banyak juga janda yang menikah siri, dengan pertimbangan pensiunan almarhum suami tidak akan hilang. Ada kalanya nikah siri yang katanya SI-dikit RI-sikonya menimbulkan masalah di kemudian hari.
Jaswadi warga Kabupaten Nganjuk, tujuh bulan lalu menikah siri dengan Sri Utami. Kenapa menikah siri, bukan langsung ke KUA? Mungkin benggol belum siap, sedangkan tuntutan bonggol sudah tak bisa ditahan lagi. Jadi ibarat kendaraan, nikah siri dijadikan SIM sementara. Artinya, meski belum resmi, kendaraan sudah bisa dikendarai dengan sah, halalan tayiban wa asyikan.
Meski perkawinan Jaswadi-Sri Utami sekedar koalisi duda dan janda, kemesraan mereka tak perlu diragukan lagi. Sayang di tengah suasana bulan madu suami istri tersebut, tiba-tiba Sri Utami tergoda lelaki lain bahkan sudah siap nikah resmi di KUA. Jaswadi tentu saja merasa dirugikan, sehingga istrinya dingatkan. “Meski hanya siri, tapi kamu kan istri sah saya. Lagi pula kita sudah urus pernikahan resmi di KUA. Nggak bisa dong kamu nikah lagi seenaknya.” Tegur Jaswadi.
Nikah seenaknya bagaimana? Justru mau nikah lagi kan cari yang lebih enak. Maka tegoran suami sirinya itu tak digubris. Sri Utami tetap mengurus persyaratan nikah resmi, dari Kades Bagor tempat tinggalnya dan KUA Bagor. Dasar mujur, pihak kelurahan dan KUA tidak mempermasalahkan status sebelumnya. Tahunya janda mau menikah lagi ya diproses sebagaimana mustinya.
Jaswadi baru kelimpungan ketika “kendaraan” tak kembali ke garasinya. Ternyata Sri Utami istrinya benar-benar telah dinikahi lelaki lain, dan tinggal di garasi yang baru. Tentu saja dia tak terima istri sahnya diserobot orang. Jaswadi segera menghubungi pengacara dan menggugat Kepala KUA Kecamatan Bagor yang telah menikahkan istrinya dengan lelaki lain.
Kemungkinan KUA setempat sama sekali tidak tahu latar belakang Sri Utami. Karena bukti-bukti persyaratan menikah dari kelurahan lengkap, tak ada alasan untuk menolaknya. Mereka pun dinikahkan resmi. Ee, ternyata belakangan jadi masalah. Tak jelas siapa yang teledor. Pihak kelurahankah, atau Sri Utami sendiri yang sengaja main akal-akalan. Tinggal sekarang Jaswadi harus menunjukkan bukti bahwa sudah nikah resmi secara siri.
Memangnya nikah siri ada bukti lengkap dengan stempel dan tanda tangan kiyai atau ustadz yang menikahkan? (gunarso ts)