JAKARTA – Berdasarkan data WHO, cedera akibat benda tajam khususnya jarum suntik pada tenaga kesehatan mencatat 40 persen dari 16 Milliar suntikan dengan peralatan injeksi digunakan berulang kali (reused).
Hal ini menyebabkan cedera dan menyebarkan penyakit menular seperti hepatitis, HIV Aids.
“Cedera Jarum di Asia seperti Cina dan Taiwan cukup tinggi ada 64,9 % perawat di salah satunya rumah sakit di Nanjing mengalami CJS. Dengan demikian dari kecelakaan itu ada 420 RS terakreditasi di Taiwan memilik program pengawasan terhadap insiden ini,” kata Perwakilan dari Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) Bagian Pengurus Badan Organisasi, Ns. Gortap, S.Kep, MPH Sitohang, Kamis (31/10/2019).
Karena itu, lanjutnya, Perdalin bersama Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan menggelar kegiatan Seminar dan Loka Karya dalam kebijakan penggunaan Safer Needle Device (SND) dalam Mencegah Cedera Jarum Suntik (CJS) dan Benda Tajam Lain di rumah sakit.
Acara digelar di Auditorium Gedung Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Lantai 8, Kamis (31/10) Pagi, dihadiri para peserta dari RSCM, RS Persahabatan, RS Gatot Subroto, RS Fatmawati, RS Pusat Otak Nasional (PON) Indonesia, Jantung Harapan Kita, dengan beberapa multi disiplin dari berbagai profesi sebanyak 284 orang.
Masalah CJS yang paling rentan terkena adalah perawat. Sehingga perlu ada perhatian khusus dan pencegahan supaya tidak terjadi korban lagi.
“Untuk penggunaan jarum suntik sekarang ini belum safety. Karena masih ada setelah ake jarum suntik kembali digunakan dan rata-rata mayoritas masih memakai tutup biasa, sehingga sangat rentan terkena penyakit dalam atau virus,” katanya.
Untuk mencegah hal tersebut lanjut ibu Gortap, dapat dilakukan dengan cara yakni; middle jarum untuk yang safty, menyarungi jarum setelah dipakai, memasukan jarum ke tempat safety box yang aman
Membuang jarum jika setelah selesai dipakai dimasukkan ke kontainer safety box.
“Visi dan misi kita rencana akan memasukkan beberapa regulasi ke Permenkes No.27 Tahun 2017 tentang penyuntikan yang aman yaitu memasukan penggunaan Needle Safety Device (NSD) dan RS dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk kecelakaan ini dapat dicover dalam masalah pembiayaan karena selama ini belum,” ujarnya.
Dia berharap, melalui acara ini ada kesempatan dan pembiayaan tentang jarum suntik yang aman dan dapat menggunakan jarum suntik yang ditarik ke dalam siapa lebih aman.”
Sementara itu Ketua Panitia, Hani Andiyani menambahkan pelaksaan kegiatan ini adalah suatu bentuk keprihatinan karena banyak cidera jarum suntik.
“Untuk beberapa negara maju masalah jarum suntik ini menjadi masalah yang serius dan patut menjadi perhatian. Namun untuk di Indonesia sendiri cidera jarum suntik masih normal,”tuturnya.
Untuk itu masalah cidera jarum suntik ini lanjut Hani, pihaknya mengundang Wardanella, CVRN, S.KM, M.M selaku Ketua umum Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HIPPII), Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Ketua umum Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Direktur
Umum BPJS Ketenagakerjaan, dan expert research dari Singapura, untuk mencari jalan keluar bersama keselamatan bagi para perawat yang banyak menjadi korban. (angga/tri)