Thursday, 07 November 2019

Perolehan Pajak BPHTB DKI Memble

Kamis, 7 November 2019 — 8:08 WIB
ilustrasi

ilustrasi

JAKARTA — Pemprov DKI Jakarta tengah menyusun draf aturan untuk mengatur pemungutan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pengaturan diperlukan agar perolehan BPHTB sesuai dengan target.

Saat ini pajak dari BPHTB baru mencapai Rp3,7 triliun dari target Rp9,5 triliun. Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta menyusun aturan baru agar BPHTB bisa dipungut saat pembuatan perikatan perjanjian jual beli (PPJB). Selama ini BPHTB ditarik setelah terjadi jual beli melalui Akte Jual Beli (AJB).

Wakil Kepala BPRD DKI Jakarta, Yuandi Bayak Miko mengakui masalah tersebut. “Kami sampai saat ini masih di posisi 39 persen. Dari target Rp9,5 triliun baru Rp3,7 triliun,” ucapnya, Rabu (6/11/2019).

Yuandi mengatakan, BPRD menemukan penjualan properti, terutama apartemen dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp1 miliar di ibukota hanya mengandalkan PPJB, kemudian dijual kembali sebelum lunas dan mendapat AJB. Akibatnya, pajak BPHTB lolos.

Aturan baru nantinya bisa menjaring pada tingkat PPJB. Hal tersebut dimungkinkan sesuai keputusan Mahkamah Agung RI. “BPRD pun telah menelaah putusan Mahkamah Agung, di mana PPJB dimungkinkan menjadi dasar pengenaan bea,” ucapnya.

Nantinya, besaran BPHTB yang dibayarkan wajib pajak pemilik properti pun bisa ditarik kembali apabila ingin menjual asetnya sebelum mendapat AJB.

Penjualan Aset
Selain itu, penurunan pajak BPHTB juga dipicu rendahnya transaksi properti akibat perekonomian yang juga melemah.

Seperti diketahui, BPHTB di Jakarta bertumpu pada penjualan aset tanah atau bangunan yang memiliki nilai jual objek pajak (NJOP) di atas Rp1 miliar.

Lesunya penjualan properti inilah, sambung Yuandi, membuat realisasi BPHTB paling jeblok dibandingkan dengan jenis pajak lain, yakni Rp3,7 triliun dari target Rp9,5 triliun.

Selain BPHTB, pendapatan Pemprov DKI Jakarta berrumpuk pada pajak lain, namun hingga kini target pajak juga belum tercapai. “Tapi kami optimis pada sisa waktu hingga akhir Desember target bisa tercapai,” ujarnya.

Saat ini pajak yang jadi andalan adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Rp7,3 triliun dari target Rp8,8 triliun (83,5%).Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Rp4,5 triliun dari target Rp5,6 triliun (80,3%).

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) mencapai sekitar Rp1,04 triliun dari target Rp1,27 triliun (81,6%). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBBP2) Rp8,8 triliun dari target Rp10 triliun (85,9%).

Pajak Reklame mencapai Rp862 miliar dari target Rp1,05 triliun (82,1%). Pajak Air Tanah (PAT) Rp86 miliar, dari target Rp110 miliar (78,7%).

Pajak Hotel mencapai sekitar Rp1,36 triliun dari target Rp1,8 triliun (75,8%). Pajak Restoran mencapai sekitar Rp2,9 triliun dari target Rp3,55 triliun (83%). Pajak Hiburan mencapai Rp671 miliar dari target Rp850 miliar (78,9%)

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) mencapai sekitar Rp669 miliar dari target Rp810 miliar (82,6%). Pajak Parkir mencapai Rp446 miliar dari target Rp525 miliar (85,1%). Pajak Rokok mencapai sekitar Rp533 miliar dari target Rp620 miliar sebanyak 85,9 persen. (john/ruh/st)