KERAJINAN kipas mahligai atau kipas maju (kipas pengantin) semakin langka ditemukan. Seiring waktu, masyarakat mulai meninggalkan tradisi kipas mahligai dalam hajatan pengantin, syukuran serta acara adat. Padahal tradisi ini teramat popular di Lampung di masa silam.
Maka kalau masyarakat tak lagi tertarik menekuni profesi sebagai pengrajin kipas ini tentu bisa dimaklumi. Tetapi di tengah makin langka pengrajinnya masih ada Megawati yang tetap setia menjadi pengrajin. Warga Desa Kota Dalam, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan, ini sudah 35 tahun menjadi pengrajin kipas berbahan baku bamboo tersebut.
Bagi perempuan 57 tahun ini, menjadi pengrajin kipas mahligai tak sekadar sandaran hidup, penopang ekonomi. Tetapi juga menjadi bagian dari upaya melestarikan tradisi Lampung tempo dulu.
“Pesanan yang pasti sudah tidak sebanyak dahulu. Tetapi masih ada juga yang pesan,” kata Megawati.
Karena itu, Megawati tak sekadar menunggu pesanan yang datang. Ia acapkali jemput bola dengan mendatangi desa lain untuk menjual kipas mahligai. Daerah yang biasa didatangi adalah Desa Pisang, Kalianda, Penengahan, Gayam, Bakauheni, Desa Hatta, dan beberapa wilayah Lampung Selatan lainnya.
Megawati sebenarnya tidak sendiri. Masih ada sekitar 10 pengrajin di desanya. Umumnya mereka masih keluarga Megawati. Keterampilan menganyam kipas diperolah turun temurun, belajar dari orangtua zaman dahulu.
“Pengrajinnya perempuan, ibu rumah tangga. Karena memang buat sampingan saja, sambil ngurus anak-anak,” tambah dia.
DIBUAT SEPASANG
Kerajinan kipas mahligai yang dianyam dari Bambu Apus (gigantochioa apus) dan diberi warna untuk memperkuat motifnya ini, dibuat sepasang, untuk pengantin laki-laki dan untuk pengantin perempuan. kipas laki-laki, berbentuk persegi empat dan kipas perempuan bentuknya gerigi atau tangga dan diberi tambahan hiasan pernak-pernik atau bunga dari benang wol warna-warni. Kemudian pada bagian gagang kipasnya, dibubuhi tulisan Pantun Sagata Lampung.
Dulu kipas dibuat sendiri oleh seorang ibu yang memiliki anak gadis. Bahkan dibuatnya juga bertahap, sembari mengisi waktu hingga sampai anak gadisnya mendapat jodoh (menikah). Kipas tersebut tidak diberikan kepada semua orang yang datang saat pesta pernikahan sang anak, tetapi hanya diberikan kepada keluarga dekat saja sebagai bentuk tanda kasih sayang.
KURANG PROMOSI
Kini kipas mahligai saat ini banyak dibeli wisatawan sebagai cinderamata. Sayangnya, upaya promosi sangat kurang sehingga boleh dikata kerajinan Kipas Mahligai hampir punah.
Megawati mengatakan, kipas yang dibuatnya ada dua jenis, yakni kipas mahligai dan kipas besar. Harga kipas mahligai rata-rata Rp5.000 dan kipas besar Rp3000 per buah.
Satu batang bambu yang dibeli seharga Rp20.000 rata-rata bisa dibuat menjadi 50 kipas. Untuk satu kipas, Megawati mengaku bisa mendapatkan selisih harga sekitar Rp2000. (koesma/fs/ird)