RENCANA pemerintah menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menuai kontroversi. Para kepala daerah seperti bupati dan walikota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), menolak wacana tersebut.
Alasannya seperti dikatakan Ketua Apeksi, Airin Rachmi Diany dalam rapat koordinasi komisariat wilayah III Apeksi, Jumat (6/12/2019), IMB sebagai bentuk pengendalian pemerintah dalam pembangunan di daerah.
Penolakan tersebut dapat dipahami karena tanpa adanya IMB dikhawatirkan, tata kelola lingkungan wilayah akan menjadi tidak selaras, boleh jadi akan menyimpang.
Meski begitu, dengan IMB bukan lantas menghambat perencanaan proyek – proyek pembangunan, apalagi yang terkait dengan investasi asing. Jangan sampai karena persoalan IMB, invesasi menjadi tersendat, kemudian investor asing batal menanamkan modalnya di negeri kita.
Dalam persaingan global, kita mesti menyederhanakan segala perizinan terutama yang dapat menghambat masuknya pemodal baik dalam maupun luar negeri.
Negeri kita perlu memberi kemudahan kepada calon investor, bukan sebaliknya menghambat. Namun, memberi kemudahan bukan pula tanpa kewaspadaan, khususnya proyek pembangunan yang dapat merusak lingkungan sekitar, baik soal sumber daya alam , sumber daya manusia, serta adat dan budaya bangsa.
Kita memahami, tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi jika pembangunan berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya, tentu perlu dikaji lagi.
Solusi yang dapat ditempuh, tidak menghapus IMB , tetapi menyederhanakan persyaratan mendapatkan IMB. Ini dapat diartikan menata kembai regulasi IMB baik di pemerintah pusat dan daerah. Tahapan yang sekirarnya sebagai penghambat investasi disederhanakan atau ditinjau ulang, sementara yang mendorong investasi diperkuat atau disempurnakan lagi.
Intinya penyerderhanaan diperlukan, tetapi bukan menyederhanakan tanpa batas toleransi yang pada akhirnya merugikan negeri kita.
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah koordinasi masing – masing daerah agar tidak terjadi tumpang tindih. Regulasi hendaknya berlaku sama pada semua daerah, tak ada pembedaan perlakuan. Meski begitu karakteristik masing – masing daerah perlu dipertahankan sebagai jati diri daerah yang menjadi kekuatan identitas bangsa.
Yang perlu dicegah, jangan sampai muncul kebijakan yang saling bertentangan antara daerah satu dengan lainnya. Apalagi kalau masing–masing daerah mengeluarkan kebijakan sendiri–sendiri yang tidak selaras baik dengan daerah tetangga maupun pemerintah pusat.
Apa pun alasannya, pemerintahan adalah satu. Baik pusat, provinsi, dan kota/kabupaten harus mengikuti regulasi aturan ketentuan yang berlaku.
Mempermudah investasi bukan berarti mengabaikan atau melanggar aturan. (*).