JIKA hadits Nabi disalahtafsirkan, ya begini ini. Saking getolnya Jarot, 35, bersilaturahmi, dengan gadis tetangga, tengah malam cipokan di halaman rumah. Untung istrinya, Jimah, 30, cukup bijak. Dia tidak teriak-teriak, tapi cukup bikin kaget yang tengah berpagut bibir. Dan sejak itu Jarot jadi lelaki alim.
Sebuah hadits Nabi mengatakan, banyak silaturahmi akan bikin panjang umur dan murah rejeki. Bahwa banyak ketemu teman memudahkan rejeki, mudah dipahami. Tapi untuk soal memperpanjang usia, bagaimana penjelasannya? Bukankah umur seseorang sudah tercatat di luhmahfudz, tak bisa ditambah dan dikurangi. Jika jadwal matinya hari ini misalnya, malaikat Izroil tak bakal bisa diajak kompromi.
Adalah Jarot warga Surabaya. Dia memang pernah mendengar hadits semacam itu, sehingga dia lalu rajin bersilaturahmi. Tak sekedar untuk menambah rejeki, tapi juga untuk menambah umur. Celakanya, dia menafsirkan hadits itu sesuai seleranya sendiri. Bak ahli tafsir saja, dia menafsiri bahwa suka berkunjung ke bekas kekasih dulu juga merupakan sebuah keharusan.
Saat bujangan dulu Jarot memang pernah pacaran dengan Ida, 30, tetangga depan rumah. Tapi hubungan itu putus karena Ida mengembangkan karier ke Ibukota. Garis nasib pun kemudian menentukan, Jarot menikah dengan Jimah, istrinya sekarang. Kenapa Jarot begitu mudah dapat cewek pengganti? Karena dia itu lelaki mata keranjang, petualang asmara. Karenanya dia tak ada patah hati dalam kamusnya. Putus dengan sana, tinggal pindah ke yang di sini.
Jimah baru tahu bawa suaminya playboy, ya belakangan saja. Ini terbaca dari HP canggih suaminya. Dia banyak melayani videocall dengan sejumlah wanita cantik, yang katanya teman lama. Hingga di sini Jimah masih bisa menerima, sepanjang itu hanya videocall belaka, belum sampai video porno. Maksudnya, berbuat mesum lalu diabadikan secara sadar dan bersama-sama.
Pernah Jimah bertanya, kenapa suka kontak dengan teman-teman lama yang rata-rata cantik itu, dia berasalasan untuk silaturahmi. Dia pun lalu mengutip hadits Nabi bahwa silaturahmi memperpanjang umur dan mempermudah rejeki. Jika suaminya sudah ndalil dengan rujukan agama, Jimah tak bisa berkutik.
Tapi yang bikin Jimah cemburu, gaya silaturahmi sampai ke cewek di depan mata, di depan rumah sendiri, yakni si Ida, eks kekasihnya dulu. Ketika dianya kembali ke Surabaya dan ternyata masih lajang, Jarot jadi mbagusi, sering kontak. Jika ditegur istri, jawab Jarot klasik, “Nggak papa, ini kan silaturahmi.”
Beberapa malam lalu, tengah malam Jarot keluar dari kamar. Jimah pura-pura tidur saja, tapi sepeninggal suami dia lalu mengintip dari jendela. Eh, diterangi sinar bulan purnama, tampak Jarot-Ida berangkulan dan berciuman mesra. Mentang-mentang padang mbulan, padange kaya rina, sing dolan ora ana (terang bulan tak ada yang bermain).
Suara clepat-clepot bikin dada Jimah mengkap-mengkap. Tapi dia masih bisa menahan diri, tak sampai berteriak histeris. Tapi diam-diam dia mendekati yang sedang menjalani tafsir bebas silaturahmi tersebut. Begitu dekat, langsung saja pantat Ida ditepuk sambil ngomel, “Silaturahmi kok begini, ini model mana?”
Tentu saja keduanya kaget. Ida langsung melepas pelukannya, masuk ke rumah tanpa berkata-kata, padahal kata Gubernur Anies, kata-kata itu sangat diperlukan. Sedangkan Jarot yang merasa tertangkap basah, hanya diam saja ketika dijewer telinganya dan “ditenteng” sampai masuk rumah. Sejak itu Jarot jadi kapok, tidak mau “silaturahmi” lagi dengan sejumlah cewek.
Mestinya Jarot disetrap, suruh angkat kaki satu depan pintu, seperti burung blekok. (JPNN/Gunarso TS)