Oleh Harmoko
“UBAHLAH kebencian menjadi kerinduan. Hadapilah kebencian dengan senyuman.” Ini bukan istilah populer, bukan judul lagu, bukan pula kata mutiara dari tokoh dunia.
Tetapi banyak tokoh dunia mengguratkan kata indahnya tentang ajakan cinta damai, bukan menebar kebencian.
Sebut saja Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Franklin Delano Roosevelt atau yang lebih dikenal dengan Franklin D Roosevelt, Martin Luther King dan masih banyak lagi.
Mahatma Gandhi mengungkapkan perbedaan antara cinta dan kebencian.
“Kebencian selalu membunuh, cinta tidak pernah mati, itulah yang membedakan antara keduanya. Apa yang diperoleh cinta, akan selalu abadi. Apa yang diperoleh benci, akan menjadi beban hidup karena ia akan melahirkan banyak kebencian baru.”
Franklin D. Roosevelt, satu-satunya Presiden AS yang terpilih selama empat kali dalam masa jabatannya, berkata: Nilai cinta akan selalu lebih kuat daripada nilai kebencian. Bangsa atau kelompok negara mana pun yang menggunakan kebencian pada akhirnya akan hancur berkeping-keping oleh kebencian.
Lain lagi dengan Nelson Mandela. Presiden Afsel ini mengingatkan agar menjauh dari sikap yang mengarah kepada kebencian. Karena kebencian diibaratkan seperti meminum racun dan berharap musuhmu yang terbunuh.
Ini dapat dikatakan kebencian sejatinya akan mencelakakan diri sendiri. Jika sebuah kelompok atau komunitas menggunakan kebencian untuk mencapai tujuannya, selain capaian semu yang didapat, juga kehancuran pada kelompok itu sendiri.
Begitu pun sebuah negara yang menggunakan/ menebar kebencian untuk mencapai tujuannya, pada akhirnya menuai kehancuran dari kebencian itu sendiri.
Siapa menebar kebencian akan hancur oleh kebencian itu sendiri.
Dalam folosofi Jawa sering disebut “Manungsa mung ngunduh wohing pakarti” – Kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Siapa yang berbuat pasti akan menerima hasil perbuatanya.
Menebar kedamaian akan mendapatkan ketenangan, sebaliknya mengumbar kebencian akan teraniaya oleh kebencian itu sendiri.
Apalagi kebencian yang bercampur dengan iri dengki menyebabkan orang kalap dan seringkali menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
Sikap seperti inilah yang sebenarnya menjadi awal terjadinya intoleransi, saling curiga dan penuh prasangka. Padahal keharmonisan akan tumbuh subur jika dipupuk kedamaian melalui pondasi saling menghargai, saling mempercayai, saling menyayangi, bukan saling membenci yang dilandasi iri dan dengki.
Kita dilahirkan bukan untuk membenci.Tak ada orang yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna kulitnya, latar belakangnya, karena sukunya, budayanya atau agamanya.
Sebaliknya tidak ada seorang pun ingin dibenci. Jika diri kita tidak ingin dibenci, mengapa harus membenci orang lain, sementara orang itu belum tentu tahu dirinya dibenci.
Jika demikian halnya membenci orang lain, akan menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran.
Belum lagi, kalau orang yang kita benci tidak akan peduli dengan kebencian yang kita lakukan. Lantas apa untungnya?
Memang di era digital seperti sekarang, di mana dunia maya menjadi satu sarana komunikasi yang sedang digandrungi, kebencian menjadi cepat tersebar dan mudah menular.
Situasi semacam ini tidak bisa dihindari, sikap bijak yang perlu selalu dikedepankan adalah sebisa mungkin tidak terpancing kebencian yang ditularkan melalui media sosial.
Kalau pun kebencian terlanjur viral, anggap saja diri kita sedang diperhatikan banyak orang. Mereka iri dan lagi mengagumi kelebihan- kelebihan yang kita miliki. Mereka lagi kecewa karena belum bisa seperti kita.
Jika kebencian datang menyerang, jangan balik menyerang, tetapi hadapilah dengan hati tenang.
Hadapilah dengan senyum kebahagiaan, dari mana pun kebencian datang, siapa pun yang menebar, kapan pun ditebarkan.
Jangan membenci orang yang membenci kita. Mereka sudah cukup menderita karena selalu membicarakan kelebihan kita. Anak muda sekarang bilang “senyumi aja lah“.
Lagi pula, dengan kebencian yang menerpa, kita dipaksa belajar menjadi lebih sabar, makin kuat dan tegar serta mudah memaafkan.
Lebih-lebih, kata orang, memaafkan itu tergolong dendam yang terindah.
Agama apa pun mengajarkan janganlah membenci, meski kita dibenci. Kebencian yang dilawan dengan kebencian, selain akan mendatangkan permusuhan, juga kehancuran.
Mengapa? Kebencian akan menjadi beban hidup karena ia akan melahirkan banyak kebencian baru.
Hanya satu senjata yang dapat melawan kebencian yaitu cinta dan kasih sayang.
Mari kita ubah kebencian menjadi kerinduan. Hadapi kebencian dengan senyum keindahan. (*)