Thursday, 19 December 2019

Pakar Hukum Pidana Nilai Dakwaan KPK untuk Rommy Tidak Tepat

Rabu, 18 Desember 2019 — 21:23 WIB
mantan Ketua PPP, Romahurmuziy (Rommy)

mantan Ketua PPP, Romahurmuziy (Rommy)

JAKARTA – Ahli hukum pidana Chairul Huda mengatakan bahwa surat dakwaan KPK yang menyebut mantan Ketua PPP, Romahurmuziy (Rommy) bersama-sama dengan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima suap tidak tepat. Sebab menurutnya frase “bersama-sama” dan bekerja sama hanya bisa digunakan untuk orang-orang yang saling berkaitan dan mempunyai kesamaan.

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mencontohkan untuk leloloskan suatu calon dalam sebuah seleksi, maka yang bekerjasama adalah orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan seleksi.

“Kerjasama dalam penyerataan untuk penerimaan suap, katakanlah begitu, itu hanya mungkin terjadi bagi mereka yang sama-sama memiliki jabatan yang saling berkaitan, apalagi tidak ada kaitan jabatan menurut saya tidak mungkin berada dalam konstruksi kerjasama,” katanya saat menjadi saksi dalam sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Romahurmuziy, di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

“Jadi, kalau dia tidak punya kewenangan, tidak punya jabatan, tidak mungkin berkerjasama dengan orang yang tidak punya jabatan, kalau perbuatan itu diwujudkan dalam perbuatan kerjasama jabatan. Kalau dihubungkan dengan pasal suap tadi misalnya, yang berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam jabatannya. Jelas sekali ini dipersyaratkan jabatan. Jadi, kalau orang tidak punya jabatan, ya tidak mungkin bisa bekerjasama dengan konstruksi ini,” jelas Chairul.

Menurutnya Rommy yang tidak mempunyai jabatan di Kementerian Agama tidak bisa disebut bersama-sama menerima suap dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag.

“Saya seringkali memberi contoh, tidak mungkin orang impoten turut ikut serta memperkosa, tidak mungkin, karena dia tidak punya kapasitas,” tandas dia.

Chairul juga menambahkan bahwa dalam peristiwa suap-menyuap, harus ada kesepakatan terlebih tentang kegiatan yang harus dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh penerima suap.

“Sekali lagi pasal 12 huruf b (UU Tipikor) ini adalah penerimaan hadiah karena yang bersangkutan telah berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang tidak bertentangan dengan kewajibannya,” jelas Chairul. (ikbal/yp)