BABAK baru pola pemberantasan korupsi dimulai dengan diangkatnya Dewan Pengawas ( DP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dewan Pengawas KPK ini merupakan strktur baru di KPK yang keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dibentuk, dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Pembentukan dewan pengawas semula mengundang kontroversi. Di satu sisi berpendapat, keberadaannya dapat melemahkan KPK karena dapat membatasi gerak langkah upaya pemberantasan korupsi.
Di lain pihak menilai sebaliknya , keberadaan dewan pengawas akan memperkuat KPK. Sebab, kerja KPK akan lebih profesional karena adanya kehati- hatian, keakuratan dalam setiap langkahnya sejak memulai penyelidikan hingga penetapan sebagai tersangka korupsi.
Lepas dari adanya kontroversi, dewan pengawas sudah terbentuk. Kelima anggota Dewan Pengawas sudah diangkat dan diambil sumpahnya, di Istana Negara, Jakarta ( 20/12/2019). Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, sebagai ketua merangkap anggota; Albertina Ho (anggota); Artidjo Alkotsar (anggota); Harjono (anggota); Syamsuddin Harris (anggota).
Pada hari yang sama, diangkat dan diambil sumpahnya pimpinan KPK yang baru sbb: Firli Bahuri, sebagai ketua merangkap anggota; Nawawi Pamolango (wakil ketua merangkap anggota); Lili Pintauli Siregar (wakil ketua merangkap anggota); Alexander Marwata (wakil ketua merangkap anggota); dan Nurul Ghufron (wakil ketua merangkap anggota). Masa jabatan dewan pengawas dan pimpinan baru KPK selama 2019-2023.
Kita berharap antara dewan pengawas dan pimpinan KPK dapat melaksanakan tugas dengan semangat kebersamaaan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Kita meyakini dengan hadirnya dewan pengawas, tidak membuat KPK merasa “risih” karena diawasi. Tentu, pengawasan di sini bukan berati ikut campur tangan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Pengawasan di sini, dikandung maksud makin memperkuat, memberi support kepada KPK agar tidak ragu melakukan penyidikan terhadap seseorang yang diduga terlibat korupsi.
Mengawasi bukan berarti membatasi, apalagi sampai intervensi. Sebab, pengawasan, lazimnya, dilakukan agar pelaksaanaan dapat berjalan dengan lancar sehingga hasilnya sesuai target yang diharapkan. Maknanya pemberatansan korupsi semakin meningkat, begitu pun hasil yang didapat. Dampaknya, kasus korupsi semakin berkurang, orang makin takut berbuat korup.
Lantas siapa yang mengawasi dewan pengawas, tentu kita semua. Rakyat Indonesia yang peduli terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dalam negara demokrasi, checks and balances sudah sewajarnya diterapkan untuk mencegah otoritas berlebih yang dimiliki oleh suatu lembaga negara.
Karena itu perlu ada batasan yang jelas dan terukur terkait mekanisme pengawasan, juga sistem kerja kelembagaan yang diawasi. Di dalamnya ada etika terkait perilaku baik lembaga yang mengawasi dan diawasi. Ego sektoral, lebih–lebih ego kepentingan individu dan kelompok wajib disingkirkan.
Selamat bekerja Dewan Pengawas dan Pimpinan baru KPK. (*).