“Jangan juga seperti proses pembuatan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang semula pemerintah menjanjikan pembukaan lapangan kerja dan hubungan industrial harmonis. Tetapi faktanya investasi tidak tumbuh dengan signifikan dan hubungan industrial tidak lebih baik,” ujarnya dalam Catatan Sore-nya, Sabtu (21/12/2019).
Untuk itu, Sekjen Timboel meminta pemerintah agar instrumen Omnibus Law melibatkan para pemangku kepentingan termasuk serikat pekerja/buruh (SP/SB) diharapkan bisa memahami tujuan UU cipta lapangan kerja itu.
Ke-71 UU yang dirancang instrumen Omnibus Law itu, katanya, sebuah peraturan perundang-undangan yang mengandung lebih dari satu muatan pengaturan, dengan tujuan untuk menciptakan sebuah peraturan mandiri tanpa terikat (atau setidaknya dapat menegasikan) dengan peraturan lain.
Dari 71 UU tersebut dibagi dalam 6 Klaster Omnibus Law yaitu klaster pertama, Persyaratan Investasi terdiri dari 15 UU, kedua, Kegiatan Usaha Berbasis Risiko yang terdiri Perizinan Dasar (Lokasi, Lingkungan, IMB dan SLF 9 UU dan Perizinan Sektor 45 UU), ketiga, Penataan Kewenangan 2 UU, keempat, Pembinaan dan Pengawasan 20 UU, kelima, Sanksi 46 UU; dan keenam, Pedukung Ekosistem (Kemudahan dan Insentif 8 UU). (rinaldi/ys)