JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengakui pihaknya menentang arus dengan mengangkat tema ‘jalur rempah’ dalam rapat kerja nasional (Rakernas) I pada Januari 2020.
Hasto menyadari tema yang diangkat pada Rakernas yang bersamaan dengan peringatan HUT ke-47 PDIP ini tidak menarik dalam konteks isu politik nasional. Dia beralasan PDIP tidak ingin pentas politik nasional sekedar dikuasai oleh isu politik kekuasaan yang liberal.
“Dimana media lebih suka melihat sesuatu yang bertarung berhadap-hadapan, meributkan gagasan-gagasan yang bisa memecah belah bangsa. Kami justru melihat bangsa kita sebenarnya lebih butuh gagasan yang menggelorakan kemajuan dan semangat berdikari,” kata Hasto saat membuka diskusi sebagai rangkaian acara acara menuju peringatan HUT ke-47 dan Rakernas I, di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat,
Senin (23/12/2019).
Hasto menjelaskan PDIP ingin mengajak rakyat dan pelaku pentas politik nasional berbicara soal kuliner Indonesia yang paling lengkap sedunia. Hingga Founding Father Soekarno pernah membuat buku Mustika Rasa berisi lebih dari seribu resep makanan dengan berbagai varian serta cita rasa khas Indonesia.
Menurutnya bicara topik seperti itu akan membuat rakyat Indonesia mengingat lagi bahwa kayu cendana, kayu manis, pala, kapulaga, cengkeh, dan lain-lain, potensi pengembangan hulu hilir dapat hadir sebagai keuanggulan produk nusantara.
“Aroma cendana misalnya, ini memiliki fungsi healing, menyembuhkan. Jadi ketika jalanan macet, pusing mendengar Taman Ismail Marzuki dibangun hotel tanpa mengingat kebudayaan kerakyatan, aromanya bisa menyembuhkan,” kata Hasto sambil tersenyum.
Lebih lanjut dia menambahkan dengan mengangkat tema yang tantimainstream PDIP justru sedang berusaha mengajak Indonesia untuk melihat keluar. Ada pesan kuat bahwa daripada terus ribut di dalam negeri sendiri, saling mencaci dan mengkafirkan, Indonesia justru butuh kemajuan untuk bisa bersaing di tingkat dunia.
“Maka kami mengajak untuk outward looking,” imbuhnya.
Lewat kajian jalur rempah, PDIP ingin mengajak masyarakat melihat politik dari aspek substansi kekuatan sumber daya sendiri. Ke depan, imbuhnya, yang disasar adalah bukan ukuran kemakmuran berdasarkan indeks Bank Dunia, namun kemampuan riil masyarakat untuk hidup sehari-hari.
“Kita memilih tanah subur, cuaca yang mendukung. Maka berpolitik bagi kami adalah dalam pengertian membumi, bagaimana membentuk kehidupan kita berdasar apa yang kita punya itu. Jadi ilmu yang kita gali bukan ilmu ke Mars, tapi bagaimana mengolah rempah dan sumber daya kita dengan berbasis ilmu dan teknologi kita sendiri. Dan kami mencari ruang berpolitik bukan berantem demi kekuasaan. Jadi politik yang substansi,” tegas pria asal Yogyakarta itu.
Pada diskusi yang bertema “Potensi Rempah Nusantara untuk Kemajuan Indonesia” ini, hadir narasumber Prihasto Setyanto dari Kementerian Pertanian, Devita Agus dari Mustika Ratu, dan Fadly Rahman dari Universitas Padjajaran serta Ketua DPP PDIP Sri Rahayu. (ikbal/yp)