Oleh Harmoko
IBARAT sebuah perjalanan, tahun 2019 sudah berada di penghujung, tetapi bukanlah akhir dari segalanya. Perjalanan ke depan masih panjang. Beberapa hari lagi, tahun 2020 segera kita tapaki. Dua belas (12) bulan ke depan, selama 360 hari atau 8.640 jam atau 518.400 menit atau 31.104.000 detik akan kita jalani.
Kita belum, dan tidak akan tahu apa saja yang bakal terjadi tahun depan. Kita hanya mampu memprediksi yang belum tentu pasti, kita hanya dapat menduga, yang belum tentu menjadi nyata.
Tetapi dengan akal dan pikiran yang kita miliki, kita dapat merencanakan tahapan perjalanan ke depan, apa yang akan kita lakukan. Terutama untuk diri kita sendiri.
Jika punya kemampuan, siapa pun dapat merancang perjalanan hari demi hari selama 360 hari ke depan. Bahkan, bisa setiap jam, selama 8.640 jam ke depan atau hanya dalam kurun waktu tertentu.
Ada juga yang hanya akan menjalani rutinitas kegiatan sebagaimana biasanya, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Setiap hari berangkat dan mengerjakan tugas di kantor sesuai dengan profesi masing-masing. Sore atau malam pulang. Besoknya begitu lagi dan lusanya pun begitu lagi.
Inilah yang disebut sebuah rutinitas tanpa kreativitas. Sementara untuk meraih “masa depan” diperlukan kreativitas tanpa batas. Maknanya kita dituntut secara terus menerus mengembangkan kreasi dan inovasi agar mampu bersaing di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Banyak kata inspirasi tokoh hebat dunia yang patut dijadikan bagian dari pengembangan diri untuk meraih masa depan.
Satu di antaranya agar kita tidak terbuai pada keberhasilan atau kegagalan masa lalu.
Bill Gates, bos Microsoft dan dermawan dari Amerika Serikat berkata: Masa depan adalah yang paling penting; itulah sebabnya saya tidak terlalu sering menoleh ke belakang.
Ibarat mengemudikan mobil, jangan terlalu sering melihat kaca spion. Lihatlah dan perhatikan kaca depan yang lebih lebar dan lebih luas, seluas mata memandang, ketimbang spion yang kecil dan hanya memberikan harapan. Spion sebatas berfungsi mengingatkan kepada kita apa yang telah kita lalui, peristiwa atau keadaan yang sudah kita lewati.
Yang sudah lewat tak mungkin dapat kita raih kembali. Kalaupun kita dapat kembali melewati tak mungkin sama persis situasi dan kondisinya.
Masa lalu tak perlu disesali, tak harus direnungi. Kalau pun sesekali perlu menengok, jadikan sajalah sebagai acuan untuk masa depan.
Memang masa depan belum kita miliki, tetapi harus direncanakan sebagai arah perjalanan. Saatnya adalah sekarang, hari ini harus kita mulai.
Belajar dari kehebatan sederet tokoh dunia, tahulah kita bahwa kesuksesan yang mereka raih bukannya tanpa kegagalan. Hanya saja mereka mampu belajar dari kegagalan demi kegagalan.
Meski kegagalan datang beruntun tidak membuatnya surut langkah. Bahkan, kesulitan yang dihadapi dijadikan peluang meraih masa depan.
Sekarang sebut saja Pele, pemain sepakbola yang legendaris, Thomas Alva Edison, Albert Einstein dan sejumlah negarawan dunia seperti Abraham Lincoln (presiden AS), Winston Churchill (politisi dan PM Britania Raya), Nelson Mandela, Abdul Kalam ( presiden India) dan masih banyak lagi.
Salah satu faktor keberhasilan mereka karena kemampuannya memanfaatkan kesulitan yang menghadangnya. Seperti dikatakan P.J Abdul Kalam, “Seseorang memerlukan kesulitannya, karena kesulitan tersebut adalah kebutuhan agar bisa menikmati kesuksesan.”
Memasuki tahun 2020, kita perlu menata diri. Bahkan sekiranya memungkinkan membuat resolusi (suatu keputusan atau kebulatan tekad atas sesuatu hal).
Lazimnya, resolusi berisi tuntutan. Hanya saja, dalam konteks pengembangan diri, berisi sebuah tuntutan kepada diri sendiri, apa yang akan kita kerjakan, kita raih, kita targetkan di tahun depan?
Yang pasti kita akan bertambah usia, yang menuntut makin arif dan bijak dalam menyikapi situasi.
Ini dikandung maksud perlunya ucapan dan perbuatan yang lebih santun, lebih toleran merespons lingkungan, termasuk dalam bermedia sosial.
Singkirkan sikap egois, arogansi, kesombongan, keserakahan, dan kebohongan.
Jangan tergoda ikut menyebarkan gosip dan fitnah, tanpa terlebih dahulu meneliti dari mana sumbernya.
Kita mungkin tidak mampu melaksanakan semuanya, tetapi mulailah dari yang kecil, yang dapat kita jalani setidaknya untuk diri sendiri.
Yang penting adalah perubahan sikap menuju lebih baik, meski kecil, tapi mampu menghasilkan perbedaan besar. (*)