Thursday, 26 December 2019

Urus PTSL Diminta Rp600 Ribu, Warga: Saya Bingung, Kata Pak Jokowi Gratis

Kamis, 26 Desember 2019 — 6:33 WIB
Presiden Joko Widodo saat menyerahkan 2.050 sertifikat hak atas tanah untuk rakyat. Acara digelar di Pendopo 2 Kantor Bupati Bangkalan

Presiden Joko Widodo saat menyerahkan 2.050 sertifikat hak atas tanah untuk rakyat. Acara digelar di Pendopo 2 Kantor Bupati Bangkalan

BEKASI – Urus Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di tiga Desa Wilayah Kecamatan Kedungwaringin Kabupaten Bekasi dipungli. Hal ini membuat gerah warga yang berusan dengan hal ini. Para oknum itu melakukan pungutan liar sedikitnya Rp600 ribu.

Untuk itu warga pinta pihak kepolisian agar menangkap oknum panitia PTSL tersebut. Tiga desa yang diduga lakukan pungli yakni Desa Karang Sambung, Desa Mekarjaya dan Desa Karang Harum.

“Saya bingungnya ini katanya programnya gratis dari Pak Jokowi tapi ini keluarga saya harus bayar katanya biar cepat terus soalnya ada ini,” itu,” kata As, warga, usai melapor dugaan pungutan liar itu pada Kepolisian Sektor Kedung Waringin Kabupaten Bekasi.

Menurutnya, dugaan permintaan sejumlah dana itu mulai terjadi saat mendaftarkan tanah milik keluarganya untuk disertifikatkan. Dia mengaku dimintai uang Rp200 ribu sampai Rp300 ribu oleh panitia PTSL yang dipilih Badan Pertanahan Nasional dari para perangkat desa dan petugas RT/RW.

Seperti diketahui, PTSL merupakan program pemerintah untuk menertibkan seluruh bidang tanah miliki warga dengan diterbitkan sertifikat. Dalam beberapa kesempatan, sertifikat hasil PTSL bahkan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Jokowi menegaskan PTSL gratis, tanpa dipungut biaya. Meski, belakangan terbit Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menyebut tarif penerbitan PTSL maksimal Rp150 ribu.

“Awalnya memang Rp150.00, itu katanya resmi buat biaya fotocopy materai sama yang lain-lain. Tapi sebelum itu, petugasnya minta lagi. saudara Saya kena Rp 800 Rb Awalnya 200 Rb terus minta lagi Rp 600 ribu,” terang As. (lina/yp)