SEANDAINYA saja manusia biasa itu punya sifat kayak para Nabi, dunia pastinya aman tentram dan damai. Mereka mendapat cobaan apa saja, tenang dan sabar. Semisal sakit yang berkepanjangan, seperti yang diderita Nabi Ayub? Malah, Sang Nabi ini merasa bersyukur mendapat cobaan tersebut.
Tapi, jika itu diderita oleh manusia biasa, apa jadinya? Ya, pasti ada yang stress, depresi berkepanjangan. Malah ada yang nggak sabaran dan memilih mati bunuh diri? Banyak kasus yang terjadi, orang terjun dari lantai sekian apartemen karena menderita sakit yang nggak sembuh-sembuh. Wanita membakar diri akibat sakit yang nggak kunjung sembuh.
Apakah memang harus demikian adanya untuk mengatasi sakit? Kayaknya, sebagai manusia bolehlah besusaha. Kenapa nggak sembuh-sembuh? Oh, berapa lama, sih? Kan kita percaya, agama mengajarkan bahwa sakit yang diderita manusia itu bisa jadi untuk mengangkat dosa-dosa yang bersangkutan? Contoh seperti di atas, ada Nabi Ayub yang nggak mengeluh ketika dikasih sakit parah yang nggak sembuh-sembuh.
Bukan itu saja, Allah juga mencabut kekayaan Sang Nabi. Padahal, beliau sangat dermawan menyumbangkan hartanya. Pokoknya dibkin miskin sampai dijauhi oleh handai tolannya. Tapi, hati sang nabi tetap sabar. Dengan kesabaran itulah Allah kemudian mengembalikan kejayaan bagi Nabi Ayub.
Inilah yang patut ditiru, karena Allah swt. memberikan kisah ini bukan sekadar untuk dibaca, tapi sebagai nasihat bagi umat manusia!
Mampukah bersabar? Ya, sabar dalam segala hal. Mengapa masih hidup susah, belum dapat anak, jodoh, miskin dan menderita? Wah, kebanyakan manusia tak mampu, ya? Buktinya, kalau jadi pejabat maunya buru-buru mengeruk kekayaan, sampai harus korupsi.
Padahal KPK selalu mengincar pejabat yang kongkalikong? Para koruptor yang sudah nggak punya urat malu! (massoes)