Thursday, 05 December 2019

Kembali ke Konstitusi

Senin, 19 Agustus 2019 — 6:17 WIB

Oleh Harmoko

DALAM sepekan ini kita menyaksikan gempita warga masyarakat di seluruh pelosok negeri merayakan Proklamasi Kemerdekaan. Beragam acara dan lomba digelar dengan melibatkan warga segala usia mulai dari balita, remaja, pemuda hingga lansia.

Ini sebuah simbol terciptanya kebersamaan dan kegotong royongan yang tanpa membedakan latar belakang kesukuan, agama, ras dan antargolongan. Begitu juga tanpa melihat status sosial ekonominya.

Itu pula modal utama bangsa Indonesia merebut kemerdekaan hingga berdirinya negeri ini.
Sejarah mencatat ada dua peristiwa penting yang terjadi pada 17 dan 18 Agustus 1945.

Pada 17 Agustus dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Hari itu, bertepatan hari Jumat, Indonesia resmi menjadi negara merdeka.

Esok harinya, Sabtu, 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menggelar sidang  di gedung Cuo Sangi-In, Jl Pejambon ( sekarang menjadi kompleks perkantoran Kementerian Luar Negeri).

Sidang pertama PPKI menghasilkan 2 keputusan penting, yakni:
Pertama, mengangkat Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.
Kedua, mengesahkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara.

Pada perkembangan berikutnya, setiap tanggal 18 Agustus ditetapkan sebagai Hari Konstitusi sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008.
Ini dapat kita maknai bahwa konstitusi negara sangatlah penting bagi perjalanan bangsa ke depan untuk mencapai tujuan.

Itulah sebabnya kelahiran UUD 1945 pada 18 Agustus 74 tahun silam, merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia, sekaligus karya puncak para pendiri bangsa.

Konstitusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) adalah segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan. Disebut undang – undang dasar negara.

Konstitusi nasional sebagai prinsip -prinsip dasar politik dan hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan pada umumnya.
Sebagai pedoman atau landasan hukum tertinggi bagi Kepala Negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Konstitusi juga sebagai alat kontrol agar kekuasaan penyelenggara negara berjalan sesuai arah dan tujuan negara merdeka. Tujuannya membatasi agar kekuasaan penyelenggara negara tidak menjadi sewenang- wenang. Tidak merugikan rakyat banyak.

Di dalam konstitusi diatur  hak-hak asasi manusia dan kebebasan rakyatnya. Juga sarana untuk mengendalikan rakyat.

Dengan begitu dapat dirumuskan bahwa konstitusi UUD 1945 itu sebagai: sumber hukum tertinggi, alat membatasi penguasa dan pengendali rakyat,  pelindung hak asasi manusia, piagam lahirnya suatu negara, simbol persatuan rakyat, rujukan identitas dan lambang negara.
Mengacu kepada begitu luhurnya cita – cita bangsa sebagaimana telah tercermin secara jelas dan rinci melalui UUD 1945,  maka  konstitusi yang dilahirkan para pendiri negeri ini sejatinya telah cukup ideal memberi pondasi untuk keberlangsungan bangsa menyongsong era masa depan.

Satu kata kuncinya adalah bagaimana kita memahami, kemudian menjalankan konstitusi secara baik dan benar sehingga terhindar munculnya kekuasaan tanpa batas atau diktator.
Jika masing – masing pribadi mulai dari rakyat hingga pejabat negara memerankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya selaras dengan konstitusi, Insya Allah, cita- cita negara mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat, segera dapat terlaksana.
Kalau pun terjadi persoalan di kemudian hari terkait persepsi tentang negara dan ketatanegaraan serta berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara,  hendaknya kita juga kembali ke konstitusi.

Sejarah mencatat sejak kemerdekaan hingga kini telah silih berganti konstitusi, tetapi akhirnya kembali ke konstitusi awal, yakni UUD 1945 karena teruji mampu memberi pondasi kokoh sesuai kenyataan bahwa Indonesia rumah seluruh suku bangsa, etnis, budaya dan agama.

Mari kita jaga konstitusi yang memandu kita ke jalan yang tepat, baik dan benar bagi semua. (*)