JAKARTA – DPR RI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur, sebelum pemindahan Ibu Kota itu ditetapkan.
“Kalau tidak dibahas dengan DPR dan UU –nya belum ada, maka perpindahan ibu kota itu ilegal,” ujar Sekretaris Fraksi PAN DPR RI Yandri Susanto, dalam dialektika demokrasi ‘Tantangan Regulasi Pemindahan Ibu Kota’ bersama anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryodi di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Menurut Yandri, pemindahan ibu kota itu persoalan yang serius, karena terkait ibu kota negara dan berbagai konsekuensinya. Misalnya, pemindahan gedung-gedung lembaga tinggi negara, aparatur sipil negara, dan lain-lain yang bisa menghabiskan anggaran negara sangat besar, sekitar Rp 500 triliun.
DPR pun kata Yandri belum mendapat draft pemindahan ibu kota tersebut. Sehingga pidato Presiden Jokowi pada Sidang tahunan MPR RI, Jumat (16/8/2019) lalu belum berkekuatan hukum, dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu dia meminta Presiden Jokowi mengajukan RUU pemindahan ibu kota tersebut, sekaligus mencabut penetapan ibu kota Jakarta, ke Kalimatan Timur.
“Jadi, pemindahan ibu kota itu tidak mendesak. Yang mendesak adalah mengatasi kemiskinan di desa-desa yang hidupnya sulit air bersih, tak bisa sekolah, kurang gizi dan sebagainya,” pungkasnya.
Sementara itu, Bambang Haryo menilai Presiden Jokowi telah mengabaikan DPR RI, jika pemindahan ibu kota itu benar-benar dilakukan. Karena, prosesnya harus melalui UU, melalui kajian akademik, tidak mengorbankan kawasan yang menjadi jantung negara, dan lain-lain. “Presiden jangan melangkahi DPR,” ungkapnya.(timyadi)