Thursday, 12 December 2019

Kejagung Tepis Dugaan Jaksa Agung Intervensi Kasus Korupsi Mantan Gubernur Sulteng

Kamis, 29 Agustus 2019 — 10:12 WIB
Kejaksaan Agung RI.

Kejaksaan Agung RI.

JAKARTA –  Kejaksaan Agung bantah Jaksa Agung HM Prasetyo mengintervensi alias campur tangan terkait kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yan menjerat mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju.

Tudingan disampaikan calon pimpinan KPK dari Jaksa Johanis Tanak saat sesi wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

“Pimpinan kejaksaan, dalam hal ini Jaksa Agung HM Prasetyo, ketika menanyakan penanganan perkara kepada bawahannya adalah hal yang biasa dan itu berlaku terhadap kajati lainnya. Apalagi terhadap perkara yang menarik perhatian publik,” kata  Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri dalam siaran Persnya Rabu (28/8/2019).

Menurut Mukri, Direktur Tata Usaha Negara Kejagung juga pernah bertugas sebagai Kajati Sulteng, seharusnya  bijak menyikapi pertanyaan atasan.

“Kenyataannya justru Jaksa Agung memerintahkan supaya penanganan perkara tersebut dilakukan secara proporsional, profesional, dan obyektif,” kata Mukri.

Jaksa Agung juga memerintahkan Johanis segera menindaklanjuti perkara agar segera dibawa ke meja hijau. Prasetyo juga meminta Johanis menahan pihak yang terbukti melanggar pidana.

Mukri menambahkan, Jaksa Agung Prasetyo juga menepis anggapan intervensi kasus karena pihak yang berperkara merupakan anggota partai politik.

Sebelumnya, dalam sesi wawancara itu Johanis menyebut Prasetyo sempat menerangkan Bandjela Paliudju menjabat Ketua Dewan Penasihat Partai NasDem Sulteng.

“Jika dikaitkan-kaitkan dengan partai politik, itu tidak benar. Terkait dengan kader NasDem, hal itu tidak benar. Tidak ada kaitannya (penanganan perkara) dengan kader NasDem,” pungkasnya.

Dalam perkara korupsi dana operasional gubernur tahun 2006-2011 dan TPPU, Bandjela dituntut 9 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp7,78 miliar subsider 4 tahun penjara.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Palu justru memutus bebas.

“Jaksa penuntut umum (JPU) selanjutnya mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Nomor : 1702K / Pid.Sus / 2016 tanggal 17 April 2017 dengan vonis penjara 7 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti Rp7,78 miliar subsider 3 tahun penjara,” pungkasnya. (adji/tri)