SELEPAS Magrib anak-anak sudah berkumpul di depan masjid, sambil melantunkan puji-pujian mengagungkan asma Allah, diselingi tabuhan rebana. Sebagian memegang obor. Mereka begerak keliling kampung dan komplek perumahan. Ya, pawai obor menyambut 1 Muharam 1441 Hijriah.
Bang Jalil dan istrinya juga ada di dalam barisan orang-orang tua. Mereka memang sengaja mengiringi anak-anak dan cucu-cucunya yang semangat dalam pawai yang cukup meriah tersebut.
Pawai obor ada di mana-mana, di seluruh pelosok tanah air menyambut tahun baru 1 Muharam. Obor memang satu alat penerang, di zaman dulu, dibuat dari pelepah kelapa atau bambu yang diisi minyak tanah atau minyak kelapa, lalu diberi sumbu.
”Obor itu sebagai penerang jalan, kalau kita jalan malam,ya Pak?” kata sang istri.
Bang Jalil mengangguk. Dia sendiri lagi repot membaca WA yang dikirim para sahabatnya. “Selamat Tahun Baru Hijriah 1441, semoga Bapak dan keluarga sehat wal afiat, panjang umur, banyak rezeki. Aamiin, yra…”
“Rezekinya yang halal, Pak,” ujar sang istri, “ Jangan kayak sebagian para pejabat tuh, pada korupsi.Harta nggak halal, kasihan anak cucunya yang ikut makan, bisa kena batunya juga!”
Ya, jawab Bang Jalil. Dia sendiri sangat bahagia, anak cucu pada sehat. Dalam kondisi yang pas-pasan tapi mereka semangat.Tuh, lihat mereka sangat gembira dalam barisan pawai.
“Banyak yang kaya raya, tapi anak cucunya pada dipenjara karena narkoba. Sementara, Bapak dan kakeknya juga disel terlibat korupsi!” kata sang istri lagi.
“Udah nggak usah ngurusi orang. Ibu bikin nasi kuning aja, buat merayakan tahun baru, makan sama anak cucu!” kata Bang Jalil.
“Oke, Pak, siapa takut? Tapi jangan lupa uang belanjanya, sebagai obor penerang menuju toko sembako?” kata sang istri sambil tersenyum. (massoes)