Thursday, 12 December 2019

BJ Habibie, Lelaki Jenius si Pembuat Pesawat

Rabu, 11 September 2019 — 19:49 WIB
Presiden RI ke-3 BJ Habibie.(dok)

Presiden RI ke-3 BJ Habibie.(dok)

JAKARTA –  Satu lagi, Indonesia kehilangan putra terbaiknya. Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto, sekira pukul 18.05, Rabu (11/9/2019).

Habibie menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto sejak 1 September 2019. Ia akhirnya menghadap Sang Khalik.

Innalillahi Wainnailahi Rojiun, BJ Habibie, salah satu tokoh panutan dan menjadi kebanggaan bagi banyak orang di Indonesia tersebut meninggal pada usia 83 tahun.

Bergelar Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult, Habibie lahir pada 25 Juni 1936, di Parepare, Sulawesi Selatan. Ia dikenal sebagai lelaki jenius dan ahli pesawat terbang.

Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak.

Biografiku melansir Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat cerdas ketika sejak masih di sekolah dasar. Habibie kecil harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena serangan jantung saat sedang sholat Isya.

Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya lalu pindah ke Bandung bersama Habibie. Sepeninggal ayahnya, ibunya banting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya, termasuk Habibie.

Riwayat Pendidikan BJ Habibie

Kemauan belajar yang tinggi membawa Habibie menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School setingkat SMA. Di sekolah tersebut, prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta sangat menonjol, dan Habibie menjadi  sosok favorit di sekolahnya.

Tamat dari SMA pada  tahun 1954, beliau masuk di ITB (Institut Teknologi Bandung). Namun karena mendapatkan beasiswa, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Habibie  melanjutkan kuliahnya di Jerman.

Habibie kemudian memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH).

Pendidikan yang ditempuh Habibie di luar negeri bukan pendidikan kursus kilat. Ia sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek.

Ketika sampai di Jerman, Habibie sudah bertekat untuk sunguh-sungguh  dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya 1955 di Aachean, 99 persen mahasiswa Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta dibanding teman-temannyanya.

Perjuangan BJ Habibie untuk mencapai cita-cita dilaluinya dengan penuh rintangan dan kerja keras. Musim liburan bukan liburan. Bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali belajar.

Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.

Akhirnya BJ Habibie meraih gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5. Beliau kemudian  melanjutkan studi  untuk gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen.

Pesawat Terbang N250 Gatot Kaca

Setelah menyelesaikan pendidikan dan malang melintang di Jerman, Habibie kembali ke Indonesia.  Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis. dan pada tahun 1995, Habibie berhasil memimpin pembuatan pesawat N250 Gatot Kaca yang merupakan pesawat buatan Indonesia yang pertama melalui PT IPTN. Pesawat buatannya ini menjadi salah satu karya BJ Habibie yang terkenal.

Pesawat N250 rancangan Habibie kala itu bukan sebuat pesawat yang dibuat asal-asalan. Didesain sedemikian rupa oleh Habibie, Pesawat N250 ciptaannya sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, teknologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan Habibie untuk 30 tahun kedepan.

Habibie memerlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal. Pesawat N250 Gatot Kaca merupakan satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’. 

PT IPTN bahkan membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu, meskipun pada waktu itu banyak yang memandang remeh pesawat buatan Indonesia itu,  termasuk sebagian kalangan di dalam negeri.

Namun sayang, saat IPTN dibawah komando Habibie sudah mulai berjaya dan mempekerjakan 16.000 orang, tiba-tiba Presiden Soeharto memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya. Hal ini dilakukan ketika badai krisis moneter melanda indonesia antara tahun 1996-1998.

Penyebab lain ditutupnya IPTN ketika itu adalah Indonesia menerima bantuan keuangan dari IMF (International Monetary Fund) dimana salah satu syaratnya adalah menghentikan proyek pembuatan pesawat N250 yang merupakan kebanggaan Habibie.

Selamat jalan Pak Habibie, semua karya dan jasamu akan selalu dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia. (tri)