JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, sebagai tersangka dalam kasus suap dana hibah Kemenpora untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Meski terkejut, Imam mengaku siap menghadapi proses hukum terkait kasus yang membelitnya.
“Saya mendengar apa yang sudah disampaikan oleh pimpinan KPK dan tentu saya sebagai warga negera Indonesia, akan patuh, akan mengikuti semua proses hukum yang ada,” kata Imam, di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019) malam.
Imam berharap penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK ini murni soal hukum tanpa ada unsur politis. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun meminta agar asas praduga tak bersalah tetap dikedepankan.
“Ayo bersama-sama, junjung tinggi praduga tak bersalah dan jangan sampai kemudian ini membuat seolah-olah saya bersalah. Kita sama-sama membuktikan nanti proses pengadilan,” lanjut pria asal Bangkalan Madura, Jawa Timur itu.
(Baca: Jadi Tersangka KPK, Imam Nahrawi: Semoga Bukan Bersifat Politis)
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengumumkan Menpora Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum, ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus suap dana hibah Kemenpora untuk KONI.
Alex pun menyebut, Imam selaku Menpora, dalam rentang waktu 2014-2018 diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar. Sebanyak Rp14,7 miliar di antaranya diterima Imam melalui Miftahul dalam rentang 2014-2018.
“Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora,” ujar Alex, di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019) sore.
“Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan Pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait,” imbuh Alex.
(Baca: KPK: Menpora Imam Nahrawi Diduga Terima Uang Rp26,5 Miliar)
Akibat perbuatannya, Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 12 B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (junius/ys)