INSIDEN penyerangan terhadap Menkopolhukam Wiranto di Desa Menes, Kab. Pandeglang, Banten, menunjukkan betapa gentingnya keamanan para pejabat negara saat ini. Begitu leluasanya pelaku menyelusup mendekati mobil pejabat negara, lalu dengan cepat menikam perut Wiranto.
Tak ada yang menduga, pelaku penyerang Wiranto mengetahui titik-titik lokasi yang dikunjunginya, serta sudah memperlajari betul kendaraan yang ditumpangi Menkopolhukam. Pelaku langsung merangsek menyerang Wiranto yang baru turun dari kendaraan. Padahal di lokasi yang sama ada juga kendaraan yang ditumpangi Kapolda Banten dan pejabat lainnya. Ini membuktikan serangan ini terencana.
Peristiwa ini pertama dalam sejarah serangan teroris di Indonesia dengan sasaran pejabat negara. Mata dunia pun tertuju ke Indonesia. Sejumlah media asing memuat berita ini. Kantor berita Amerika Serikat (AS), Reuters menulis “Indonesian security minister attacked by man with knife”. Media Rusia, Sputnik, menulis judul “Indonesian Security Minister Stabbed by Members of Daesh-Linked Network”.
Media lainnya, antara lain terbitan Arab Saudi, Singapura, Inggris dan lainnya juga memuat artikel tentang serangan terhadap pejabat Indonesia. Dunia melihat, serangan teroris di Indonesia kini menyasar ke pejabat negara. Dan senjata yang digunakan bukan lagi bom, melainkan pisau.
Target kelompok terduga teroris di Indonesia, kini bukan lagi area publik atau rumah ibadah, melainkan pejabat negara. Sinyal ancaman pembunuhan terhadap pejabat negara pernah diungkapkan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Bahkan Wiranto sendiri juga pernah berucap ia jadi target pembunuhan.
Menengok ke belakang, di era orde baru rakyat sangat sulit untuk menjangkau pejabat yang berkunjung ke suatu tempat karena pengamanan begitu ketat. Tetapi memasuki era reformasi, sikap kaku pejabat berubah menjadi lebih merakyat. Pengamanan pun lebih longgar, dan rakyat leluasa bersalaman bahkan foto bareng dengan petinggi negara.
Namun seiring dengan teror serangan bom maupun serangan lainnya, sistem pengamanan terhadap pejabat negara harus dievaluasi. Insiden yang dialami Wiranto membuktikan, sinyal ancaman pembunuhan terhadap pejabat negara, bukan sekedar ancaman belaka. Ini harus disikapi serius, karena keamanan pejabat negara dalam kondisi genting.
Sistem pengamanan berlapis, harus diberlakukan untuk pejabat pemerintah terlebih setingkat menteri. Karena serangan teror bisa datang kapan saja dan di mana saja dalam situasi yang tak terduga. **