Tuesday, 05 November 2019

Peserta Didik Tak Naik Kelas, Kok Orangtua Gugat Sekolah?

Selasa, 5 November 2019 — 6:19 WIB
sekolah

ORANGTUA peserta didik, atau wali peserta didik istilah jaman sekarang, memang pinter-pinter. Saking pinternya dan mampu bayar pengacara, ketika anaknya tak naik kelas gugat ke sekolah Rp500 juta. Padahal si anak di SMA swasta tempatnya  bersekolah itu telah pindah sekolah. Jadi apa targetnya, apa mengincar ganti ruginya?

Orangtua cap apapun, ketika anaknya tinggal kelas, biasanya menerima saja dengan asumsi memang anak kita yang bego. Tapi di era gombalisasi ini, ketika para orangtua peserta didik sudah pinter-pinter, suka menyalahkan gurunya. Paling konyol, ada lho yang menggugat ke pengadilan gara-gara anaknya tidak naik kelas.

Ini benar-benar terjadi di sebuah SMA swasta bilangan Jakarta Selatan. Emak daripada si peserta didik, melalui pengacaranya, menggugat pihak sekolah ke PN Jaksel, gara-gara anak lelakinya tinggal kelas. Padahal di sekolah tersebut terdapat 18 anak yang tinggal kelas, tapi hanya ibu si Otong (bukan nama asli) yang membawa ke Pengadilan.

Paling ironis, beberapa waktu lalu si emak menerima keputusan sekolah tersebut, dan memindahkan ke sekolah lain. Tapi entah siapa yang jadi “tukang kompor” non Cawang, tiba-tiba si emak menggugat pihak sekolah dengan ganti rugi immaterial Rpza500 juta. Alasannya, merujuk Permendibud tahun 2015, anak wajib naik kelas ketika nilai jeleknya maksimal untuk tiga mapel (mata pelajaran).

Pihak sekolah menilai, orangtua Otong yang salah menafsiri Permendikbud tersebut. Tak benar kebijakan Kemendikbud itu untuk 3 mapel, tapi hanya 1 mapel saja. Maka akan halnya si Otong, selain nilai Sejarah hanya dapat 65, dia suka merokok di sekolah, bawa masuk HP di kelas.

Inilah berkah kepintaran para orangtua sekarang. Anak tak naik kelas berani gugat sekolahnya ke Pengadilan. Anak ditempeleng Pak Guru demi kedislipinan, orangtuanya tidak terima. Sudah berapa banyak Pak/Bu Guru  dipenjarakan gara-gara menyakiti badan peserta didiknya.

Setelah ada UU Perlindungan Anak, Pak/Bu Guru memang serba salah. Maunya mendisiplinkan peserta didik, tapi salah-salah bisa jadi urusan hukum ketika wali peserta didiknya tidak terima.

Maka soal kasus si Otong di SMA swasta Jaksel ini, sungguh membingungkan. Sebetulnya apa yang ditarget orangtuanya? Ketika anak sudah pindah sekolah, gugatan itu tak relevan lagi. Kecuali memang mengincar ganti ruginya bila dimenangkan Pengadilan. (gunarso ts)