Oleh Harmoko
ZAMAN terus berubah, tantangan hidup dan kehidupan juga berubah yang – tentu- akan diikuti perubahan sikap dan tata nilai dalam kehidupan sehari – hari.
Begitu pun nilai kejuangan dulu, di masa panjajahan akan beda dengan era kemerdekaan. Dan, lebih beda lagi di era digital seperti sekarang.
Dengan berbedanya zaman, tentu dituntut pula penyesuaian dalam menyikapi makna, termasuk nilai- nilai kejuangan dan pengorbanan sebagai unsur utama teladan kepahlawanan.
Jika dulu berjuang mengusir penjajah, era sekarang adalah bagaimana bersikap dan berperilaku mengisi kemerdekaan, menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur sebagaimana tujuan negeri ini didirikan.
Tetapi pada era apa pun, bentuk pengorbanan yang sejatinya melekat pada diri manusia adalah menata diri agar hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain.
Agama apa pun, islam misalnya mengajarkan sebaik – baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia.
Ini mengajak kepada kita agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, bagi saudaranya, rekan dan sahabatnga, bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Maknanya, hidup menjadi berharga, jika dapat atau mampu memberikan kehidupannya kepada orang lain.
Itulah sebabnya ada petuah yang mengatakan” Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.”
Menjadi manusia bermanfaat harus didasari adanya kemauan yang kuat atau sering disebut niat.
Kemudian dilaksanakan penuh dengan keikhalasan. Selanjutnya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Sikap seperti ini akan mengalir dengan sendirinya, akan terbiasa tanpa lagi menjadi beban, jika sudah menjadi gaya hidupnya.
Bermanfaat untuk orang lain, bukan milik mereka yang berlebih kemampuan. Bagi mereka yang berharta, sisihkan sebagian hartanya untuk orang lain yang membutuhkan.
Jika tidak punya harta, gunakan dengan ilmunya untuk kemanfatan orang lain.
Jika merasa tidak memiliki ilmu yang pantas diajarkan kepada orang lain, cobalah gunakan sifat santun dan ucapan yang baik. Tidak juga dengan ucapan, gunakan dengan doanya.
Pesan yang dapat kita tangkap adalah hidup bermanfaat untuk orang lain bisa dilakukan oleh siapa saja. Mulai dari ibu rumah tangga hingga pejabat negara.
Ada sejumlah perilaku yang mencirikan seseorang yang hidupnya bermanfaat bagi orang lain seperti hasil telaah para ahli, di antaranya peduli terhadap lingkungan, membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan, menjadi relawan, mendonorkan darah, menggali kreativitas, dan berbagi pengalaman tergolong bermanfaat, jika untuk menuju kebaikan.
Di era sekarang, jika tidak ikut menyebarkan berita hoax saja sudah berperilaku bermanfaat.
Menahan diri untuk tidak menyebar informasi yang masih diragukan kebenarannya, belum jelas kebenaran dan asal usulnya.
Jika yang berkirim pesan saja masih diliputi keraguan atas isi pesannya apalagi mereka yang menerima pesan?
Tentu kita tidak ingin menebar keraguan yang dapat menurunkan kepercayaan.
Orang bermanfaat, jika perilakunya menimbulkan banyak manfaat, bukan menciptakan keraguan, apalagi kezoliman?
Ciptakanlah ketenangan, bukan menimbulkan kekacauan yang berujung kepada retaknya hubungan sosial.
Menciptakan kebaikan, bukan keburukan kepada orang lain. Ikut menyelesaikan masalah, bukan menambah besar masalah.
Dengan memberi banyak manfaat kepada orang lain, banyak manfaat yang didapat bagi diri sendiri. Setidaknya diri kita akan mendapatkan kebahagiaan, ketenangan batin, terbebas dari pikiran negatif, akan selalu dikenang karena menginspirasi banyak orang.
Memang sulit menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain, di tengah berseliweran informasi yang tak mengenal batasan ruang dan waktu. Belum lagi begitu beragamnya tantangan mengelilingi kita, yang kadang bisa saja datang dari teman sendiri, relasi sendiri seperti yang telah diingatkan sejak awal oleh satu pendiri negeri, Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Tetapi sesulit apa pun, mari kita berupaya menjadi bermanfaat bagi lingkungan sekitar, setidaknya bagi diri sendiri. Memulai dari hal – hal yang kecil, seperti halnya bersikap baik, lemah lembut kepada orang lain. Karena “Kelembutan dan kebaikan bukanlah tanda-tanda kelemahan dan putus asa, tetapi adalah penjelmaan sebuah kekuatan,” kata Kahlil Gibran, penyair kelahiran Palestina. (*)