KONTROVERSI alokasi anggaran sederet program pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Pemprov DKI Jakarta tahun 2020 terus disorot publik.
Kondisi ini berawal dari revisi terhadap besaran RAPBD akibat defisit anggaran. Dari usulan semula Rp95,99 triliun diturunkan menjadi Rp89,4 teiliun. Tetapi saat disisir ditemukan alokasi anggaran aneh yang nilainya jor-joran.
Potret alokasi anggaran aneh itu misalnya untuk pengadaan lem aibon Rp82,8 miliar, usulan biaya konsultan penataan wilayah yang nilainya selangit yakni per RW mencapai Rp556 juta dan lainnya.
Usulan anggaran yang tak rasional itu tentu saja mengundang polemik. Bagai bola salju dari hari ke hari anggaran kontroversi terus menggelinding dan menjadi pembicaraan publik.
Tak ingin rasa curiga publik terhadap alokasi anggaran terus menggelinding, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi mendesak Gubernur Anies Baswedan membuka dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) pada RAPBD itu.
Politisi PDI Perjuangan ini segera bersurat ke Anies. Apalagi sebagai Ketua Badan Anggaran, Prasetio saat ini belum memperoleh dokumen KUA-PPAS RAPBD 2020.
Atas sikap Prasetio itu, Anies mengatakan akan mengunggah anggaran kegiatan Pemprov DKI Jakarta saat eksekutif dan legislatif telah rampung membahas RAPBD 2020.
Langkah Anies mungkin saja bertujuan agar tidak gaduh, tetapi idealnya rancangan anggaran harus dibuka ke publik sejak tahap perencanaan. Program termasuk besarannya alokasi anggaran, publik berhak tahu karena yang digunakan adalah uang rakyat.
Dengan dipublikasikan, rakyat bisa ikut mengawasi alokasi anggaran yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta. Dan bila ada anggaran aneh, publik pun bisa mengkritisi dan memberikan masukan.
Anies sebaiknya membuka dokumen KUA-PPAS yang ada pada RAPBD 2020 ke publik. Berikan akses agar publik mengetahui program dan alokasi anggaran yang bersumber dari uang rakyat.
Bila Anies keukeuh menutup rapat dokumen KUA-PPAS, dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah berkepanjangan. Dan publik akan selalu bertanya, “Kenapa RAPBD 2020 ‘diumpetin’?” @