DULU politisi Demokrat (2014), sekarang politisi Nasdem; sama-sama mengusulkan agar masa jabatan presiden jadi 3 periode. Usulan Demokrat tak bergaung, sedangkan sekarang jadi polemik. Jabatan presiden sangat menggiurkan. Tapi jika 3 kali itu bisa bikin tuman dan mapan, padahal kekuasan terlalu lama cenderung koruptif.
Berkat kepakaran Soeharto dan kroninya menafsir pasal 7 UUD 1945, berhasil menjadi presiden sampai 7 periode. Pasal itu sebelum diamandemen berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
Berkat reformasi, dan Amien Rais jadi Ketua MPR, pasal 7 UUD 1945 bisa diamandemen sehingga masa jabatan presiden dan Wapres cukup dua kali saja, titik, tak boleh nambah. SBY telah menikmati sampai selesai, dan Jokowi tengah menikmati periode keduanya dengan Kabinet Indonesia Maju-nya.
Baru sebulan menduduki jabatan keduanya, di MPR terjadi “gejolak”. Selain hendak memasukkan GBHN, fraksi Nasdem, sebagaimana kata Arsul Sani Wakil Ketua MPR, mengusulkan agar masa jabatan presiden 3 periode. Dari luar Senayan, Ketum Nasdem Surya Paloh menilai, ini sebuah diskursus, jika melibatkan semua elemen bangsa niscaya menjadi wajar saja.
Semula ada kecurigaan, ini karpet merah buat Jokowi, tapi yang usul kok bukan PDIP langsung. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menegaskan, wacana ini tak berlaku untuk Jokowi. Sebab misalkan gol, itu untuk masa mendatang, bukan lanjutan periode sekarang.
Anggota DPR Ruhut Sitompul pada April 2014 pernah mengusulkan, karena kinerja Presiden SBY sangat baik, bagaimana jika masa jabatan presiden diulur menjadi 3 kali? Ada gejolak sebentar, tapi langsung menghilang tak ada gaungnya. Jokowi penerusnya, dan Ruhut pun yang semula meremehkan Jokowi, kini jadi pendukungnya.
Beda dengan usulan yang sekarang, masa jabatan presiden 3 kali menimbulkan polemik. Banyak yang tidak setuju, karena ini sebuah kemunduran demokrasi. Bahkan pengamat politik LIPI Siti Zuhro punya usul nyeleneh, masa jabatan presiden tetap dua kali, tapi berseling. Sekali masa jabatan habis, istirahat dulu. Nanti 5 tahun berikutnya ikut Pilpres lagi.
Masa jabatan presiden sampai tiga kali, menjadikan sang presiden semakin mapan dan tuman (kebiasaan). Padahal para pakar mengatakan, kekuasaan terlalu lama cenderung koruptif, karena semua mesin birokrasi sudah dikuasainya. (gunarso ts)