Thursday, 28 November 2019

500 Lebih Murid Laki-laki Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual

Kamis, 28 November 2019 — 10:59 WIB
Illustrasi

Illustrasi

AFGHANISTAN –  Ini prilaku yang tidak bolebh digugu dan ditiru. Dampak perang berkepanjangan, lebih dari 500 murid laki-laki di Provinsi Logar, Afghanistan, diyakini menjadi korban pelecehan seksual. Mirisnya, pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh  para guru dan pejabat setempat.

Kasus yang mengguncang Afghanistan dan memicu keprihatinan masyarakat internasional ini diungkap oleh dua aktivis, Musa Mahmudi dan Ehsanullah Hamidi, seperti dilaporkan BBC.

Keduanya sempat ditangkap oleh badan intelijen sebelum kemudian dibebaskan.

Kepada koran Inggris, The Guardian, Mahmudi mengungkapkan setidaknya 546 anak laki-laki diduga mengalami pelecehan seksual oleh jaringan pedofil yang melibatkan guru dan pejabat.

Beberapa korban menceritakan apa yang mereka alami kepada The Guardian, surat kabar Amerika Serikat The New York Times dan stasiun televisi berita independen Afghanistan, ToloNews.

The Guardian juga memberitakan bahwa beberapa korban “telah dibunuh”. Dikatakan pula, para pegiat sudah mendapatkan lebih dari 100 bukti berupa rekaman video.

Salah seorang korban, remaja laki-laki berusia 14 tahun, kepada The New York Times mengatakan seorang guru memanggilnya dan memberitahu ia akan lulus ujian jika “melakukan hal kecil” untuk sang guru.

Remaja ini menuturkan guru tersebut membawanya masuk ke ruang perpustakaan sekolah, mengunci pintu, dan kemudian memperkosanya.

Di sekolah yang sama, seorang murid laki-laki berusia 17 tahun mengatakan “mengalami hal yang sama dari kepala sekolah”. Ia mengatakan kepala sekolah “akan membunuhnya jika menceritakan kejadian yang ia alami kepada orang lain”.

Harus segera diselidiki

Beberapa pegiat melakukan serangkaian wawancara kepada korban dan menemukan bahwa “di tiga sekolah saja di Logar, ada sedikitnya 165 murid laki-laki yang mengaku menjadi korban pelecahan seksual di lingkungan sekolah”.

Setelah kasus ini ramai dibicarakan, badan intelijen menangkap dua pegiat, Mahmudi dan Hamidi, dengan alasan “mengganggu ketertiban umum”.

Badan intelijen mengatakan “klaim yang diajukan Mahmudi dan Hamidi adalah bagian dari upaya untuk mendapatkan suaka di luar negeri”. Mereka juga menyebut kasus yang diungkap dua aktivis ini “tidak berdasar sama sekali”.

Namun tekanan sejumlah pihak membuat Mahmudi dan Hamidi dibebaskan.

Sediq Sediqqi, juru bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan presiden “sangat terganggu” dengan intervensi yang dilakukan badan intelijen atas kasus ini.

Ia mengatakan presiden ingin segera dilakukan penyelidikan.

“Presiden ingin memastikan badan dan lembaga seperti Komisi Independen Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga-lembaga terkait melakukan investigasi,” kata Sediqqi dalam wawancara dengan BBC, hari Rabu (27/11/2019).

Ia mengatakan semua pihak di Afghanistan sepakat mengakhiri pelecehan seksual dan siapa pun yang bertanggung jawab harus diadili.

“Kami semua memahami ada masalah, jadi kita harus mencari solusi untuk mengatasinya. Hukum dan konstitusi sudah jelas. Semua pihak, tak hanya pemerintah, harus tahu apa yang terjadi. Kita harus mengatasinya bersama-sama,” kata Sediqqi.

Robert A. Destro, pejabat di Kementerian Luar Negeri Amerika, mengatakan bahwa pemerintah Amerika “sangat prihatin” dan mengikuti kasus ini dengan saksama.

Ia mendesak pemerintah Afghanistan untuk “mengambil tindakan guna melindungi para korban dan mengadili para pelaku”.

Menurut kantor berita AFP, beberapa bagian di Afghanistan masih membiarkan praktik bacha pazi, yang menjadikan anak atau remaja laki-laki sebagai budak seks.

Anak laki-laki dipaksa mengenakan pakaian perempuan dan diajak menari oleh laki-laki dewasa sebelum mereka diperkosa.

Kadang, anak laki-laki ini dilelang dan diserahkan kepada laki-laki dewasa yang mengajukan penawaran tertinggi.

Masih adanya praktik bacha pazi mendorong pemerintah mengeluarkan undang-undang pada 2017 yang memasukkan hubungan seks dengan anak di bawah umur sebagai tindakan pidana.(tri)