Oleh Harmoko
MELEWATI daerah rawan tindak kriminalitas, kita harus waspada. Menghadapi musim penghujan kita pun diminta waspada. Begitu pun menghadapi tahun 2020, di mana perekonomian dunia masih melemah, kita wajib waspada juga.
Kata waspada lazimnya dikaitkan dengan kondisi yang tidak normal.
Meski begitu, tidak berarti sikap waspada boleh menjadi sirna pada situasi normal. Kewaspadaan hendaknya dilakukan pada semua aspek kehidupan, di mana pun, kapan pun dan pada situasi apa pun. Mengapa? Arti waspada seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berhati -hati, berjaga- jaga atau bersiap siaga.
Kehati- hatian diperlukan dalam setiap melakukan aktivitas sejak bangun tidur, berjalan, ke kamar mandi, ke kantor, bekerja dan bekerja hingga beristirahat tidur lagi. Waspada dalam setiap langkah agar tidak terpeleset atau tergelincir.
Waspada dalam setiap ucapan dan perbuatan. Ini hendaknya merujuk kepada ucapan santun, ucapan yang bisa membuat orang lain menjadi tersanjung, bukan limbung. Ucapan ramah yang membuat orang lain ” bungah”, bukan marah.
Ucapan yang menyejukkan hati, bukan membuat sakit hati.
Begitu pun senantiasa mewaspadai perbuatan yang dapat mencelakai diri sendiri dan orang lain. Perbuatan buruk pada diri sendiri bisa membuat buruk orang lain. Misalnya saja seseorang yang tidak tertib dalam berlalu lintas, selain akan mencelakai diri sendiri juga berisiko mencelakai orang lain. Dalam konteks perbuatan melanggar hukum, apa pun bentuk pelanggaran yang dilakukan, berdampak keburukan bagi orang lain. Mulai dari pelanggaran hukum dalam skala kecil, mencuri ayam hingga merampok uang negara.
Kewaspadaan dituntut adanya kesadaran diri agar tidak tergoda kepada hal – hal buruk, negatif. Sepatah kata dan setitik apa pun perbuatan buruk, bukan saja menimbulkan keburukan diri sendiri, juga diri orang lain.
Dengan mewaspadai diri sendiri, berarti ikut mewaspadai lingkungan sekitar. Mewaspadai kondisi alam sekitar.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, di mana tidak ada lagi batasan ruang dan waktu dalam berkomunikasi, makin menuntut adanya kewaspadaan diri.
Sayangnya, ditengarai oleh sebagian para ahli, kewaspadaan diri cenderung kian rentan. Salah satu penyebabnya adalah semakin mudahnya mengakses beragam informasi, padahal tidak semua terverifikasi. Tidak ikut larutnya informasi yang menggoda, adalah hal yang menuntut kewaspadaan diri siapa saja. Baik mewaspadai diri sendiri yang artinya harus bertempur melawan kekuatan negatif dalam diri. Berperang melawan godaan hawa nafsu, berupa ingin memiliki atau menguasai. Dan juga ingin tampak hebat.
Ini mengingatkan kita semua, terutama mereka yang sedang “berkuasa.” Entah berkuasa karena punya pangkat dan jabatan, harta benda atau kekuatan, hendaknya janganlah semua itu dijadikan kesempatan karena “kekuasaan” yang dimilikinya. Justru inilah saatnya untuk menyetop peluang “aji mumpung.” Karena menggunakan “aji mumpung” pada akhirnya menimbulkan celaka bagi diri sendiri, keluarganya, bahkan masyarakat sekitarnya.
Hendaknya kita tidak lupa diri untuk selalu waspada, meski beragam godaan di era digital ini berada di sekitar kita.
Pepatah Jawa mengatakan ” Sabegja-begjane kang lali, luwih begja kang eling lan waspadaā€¯- Seuntung-untungnya orang yang lupa, masih lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada.
Eling atau ingat dikandung maksud agar kita selalu ingat bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa.
Manusia sebagai individu memiliki tanggung jawab vertikal ( kepada Sang Khalik) dan sebagai makhluk sosial memilki tanggung jawab horizontal kepada masyarakat sekitar.
Ingat sebagai manusia, selain memiliki kelebihan, juga penuh dengan kekurangan.
Menyadari kekurangan untuk ditutupi, alias dicukupi. Sedangkan kelebihan, kalau ada, untuk disyukuri.Bukan untuk disebarluaskan dengan kesombongan. Karena harus senantiasa disadari bahwa kelebihan yang dimiliki belum tentu lebih baik dari kelebihan orang lain. Itulah makna hakiki kewaspadaan diri.
Mari kita perlukan untuk merenunginya dan juga senantiasa berwaspada dengan memulai dari diri sendiri, yang kemudian berlanjut pada kewaspadaan lingkungan sekitar.
Dengan mengedepankan kewaspadaan diri, hidup akan lebih tenang dan tenteram.
Dengan selalu eling dan waspada berarti harus senantiasa menutup peluang terjadinya kesalahan, tidak tergelincir akibat godaan, menghindari sekecil mungkin lahirnya permusuhan. Bahkan, terbuka peluang menambah kawan dan terciptanya kedamaian.
(*).