“TADI saya ke sini macet, 30 menit berhenti. Itulah kenapa ibukota dipindah.”
Celetukan Presiden Jokowi dilontarkan di sela-sela Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Kuningan, Jakarta Selatan, Kami (28/11/2019) malam. Orang nomor satu di Indonesia ini mengaku terjebak macet selama 30 menit ketika berada di kawasan Kuningan.
Pernyataan Jokowi seputar Jakarta macet sebenarnya tidak ada yang baru. Jakarta sebagai ibukota negara kemacetan adalah potret sehari-hari. Pagi, siang, sore, dan malam, kemacetan terjadi di mana-mana.
Banyak pihak yang mafhum bila Jakarta saban hari macet. Bahkan, di masyarakat sering muncul anekdot, “Jakarta macet itu biasa, kalau tidak macet namanya bukan Jakarta”.
Akar penyebab kemacetan Ibukota antara lain banyaknya kendaraan yang setiap hari lalu-lalang di jalanan melebihi kapasitas dan kualitas jalan maupun prasarana pendukung lalu-lintas.
Sesuai dengan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kerugian akibat kemacetan Jakarta dan sekitarnya setahun Rp65 triliun. Malah Jusuf Kalla saat masih menjadi Wakil Presiden RI menaksir kemacetan Jabodetabek mencapai Rp100 triliun/tahun.
Merujuk angka kerugian ini betapa kemacetan di Jakarta dan sekitarnya sudah sangat kronis. Kondisi ini mendorong Gubernur Anies Baswedan sekuat tenaga berupaya mengurangi kemacetan yang dari masa ke masa menyergap aktvitas warga.
Beberapa alternatif solusi mengatasi kemacetan Jakarta sudah banyak digulirkan seperti membangun infrastruktur dan menghadirkan transportasi massal seperti MRT, LRT, Transjakarta, dan lainnya.
Bukan itu saja, Pemprov DKI Jakarta juga sudah memperbaiki kualitas sarana dan prasarana maupun memperbaiki kualitas angkutan umum. Bahkan, mengurangi kemacetan juga sudah diterapkan sistem ganjil genap.
Apakah dengan sederat upaya itu kemacetan Jakarta sudah teratasi? Ternyata belum. Kondisi ini setidaknya tergambar dari keluhan Jokowi yang terjebak macet di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis malam.
Mengurai kemacetan di ibukota adalah tugas semua pihak terutama Pemprov DKI Jakarta, termasuk tentunya pemerintah pusat. Karena itu, sudah seharusnya para stakeholder bersama-sama berpartisipasi mengatasi kemacetan di ibukota.
Dengan bahu-membahu itu diharapkan kemacetan bisa berujung. Dan Jakarta tidak terus-menerus identik dengan kemacetan seperti anekdot yang sering muncul di masyarakat. @*