Friday, 06 December 2019

Perang Dagang Antara Amerika Serikat dengan China Berdampak pada Indonesia

Kamis, 5 Desember 2019 — 20:43 WIB
Ketua Komite IV DPD RI Elviana bersama anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto (F-PDIP), anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin (F-PKS), Ketua Komite IV DPD RI Hj. Elviana, anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi Syamsuddin (Demokrat), dan Direktur INDEF Tauhid Ahmad. (rizal)

Ketua Komite IV DPD RI Elviana bersama anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto (F-PDIP), anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin (F-PKS), Ketua Komite IV DPD RI Hj. Elviana, anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi Syamsuddin (Demokrat), dan Direktur INDEF Tauhid Ahmad. (rizal)

JAKARTA  – Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China akan berdampak pada Indonesia. Meski begitu, dampaknya belum bisa diprediksi. Hal tersebut dikatakan Ketua Komite IV DPD RI, Elviana.

“Krisis global pasti berdampak pada Indonesia, tapi kecil, 17,8 persen. Dan, kalau mampu menangani ekspor sawit, karet, dan sebagainya bisa terhindar dari krisis. Di samping konsumsi yang bagus. Karenanya, pemerintah pusat harus mempermudah perizinan investasi di daerah yang menyumbang 35 persen pada APBN,” kata  Ketua Komite IV DPD RI Elviana,  dalam diskusi di Parlemen, Senayan, Kamis (5/12/2019).

Dalam diskusi Dialetika Demokrasi dengan tema ‘Mampukah Indonesia Menghadapi Ancaman Resesi Dunia 2020?’  tersebut tampil pula anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto (F-PDIP), anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin (F-PKS), Ketua Komite IV DPD RI Hj. Elviana, anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi Syamsuddin (Demokrat), dan Direktur INDEF Tauhid Ahmad.

Elviana mengatakan,  ada pengusaha dari Spanyol yang berkunjung ke Jambi, melihat sumber minyak terbesar ada di daerah itu, tapi karena proses perizinannya rumit, mereka batal berinvestasi.

Untuk itu, Elviana minta kewenangan investasi itu diberikan ke daerah itu tidak setengah-setengah. “Jadi, pemerintah harus perhatikan daerah,” ujarnya.

Sementara Darmadi Durianto mengatakan,  ekspor ke Australia, yang selama ini ternyata lebih besar impor-nya dari Australia. Sehingga terjadi defisit, dan hambatan ekspor tersebut lebih banyak pada masalah non tarif, yang membuat ekspor Indonesia tak bisa optimal ke luar negeri. Karena itu, ia minta kalau ada industri yang tak mampu memproduksi komponennya di dalam negeri, seharusnya tak diberi izin.

Dengan demikian kata Darmadi, Omnibus law, undang-undang baru yang akan mengatur perkembangan UMKM dan membuka lapangan kerja yang diusulkan pemerintah sekarang ini diharapkan mampu menumbuhkan investasi.

“Meski tak mudah dan perlu kajian mendalam, Omnibus Law diharapkan bisa menghadapi krisis global. Dimana pertumbuhan ekonomi dunia hanya 0,8 persen,” katanya. (rizal/win)