Tuesday, 10 December 2019

Berantas Korupsi Jangan Cuma Retorika

Selasa, 10 Desember 2019 — 7:52 WIB

KORUPSI menjadi musuh bersama semua bangsa, termasuk Indonesia. Karena korupsi termasuk satu dari extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa, dan dampak yang ditimbulkan juga luar biasa. Itu sebabnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam konvensi internasional yang digelar 31 Oktober 2003, lewat Resolusi 58/4 akhirnya menetapkan 5 Oktober sebagai Hari Anti Korupsi Internasional.

Di Indonesia, kejahatan korupsi sudah mengurat dan mengakar. Kejahatan merampok uang rakyat dari tahun ke tahun terus tumbuh, mengalami evolusi dan meregenerasi. Pelakunya pun datang dari semua kalangan mulai dari eksekutif, yudikatif, legislatif hingga masyarakat biasa. Celakanya, dari ratusan tersangka yang kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, rata-rata kalangan intelektual dan sebagian besar kepala daerah.

Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri pada 2002, hingga Oktober 2019 tercatat 114 kepala daerah dari 25 provinsi terjerembab kasus korupsi, mulai dari gubernur, bupati hingga walikota. Disebut-sebut, mahalnya ongkos politik menjadi pemicu kepala daerah maupun anggota DPR/DPRD ‘terpaksa’ kongkalikong main proyek dengan pengusaha nakal.

Ongkos politik, jadi kambing hitam politisi, kepala daerah maupun anggota Dewan melakukan korupsi. Lalu bagaimana dengan aparat penegak hukum, seperti oknum hakim ataupun jaksa yang ditangkap lantaran terima suap? Mereka bukan politisi. Artinya, korupsi tak ada kaitannya dengan ongkos politik. Melainkan mental korup yang membuat orang silau melihat tumpukan uang.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya menutup celah korupsi, antara lain memperbaiki sistem pelayanan publik dan memangkas rantai birokrasi. Tetapi bagi orang bermental korup tak kurang akal untuk mengemplang duit rakyat. Ini membuat upaya pemberantasan korupsi jadi terhambat.

Hasil terakhir survey lembaga Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) menunjukkan tren positif, naik satu poin dari 36 menjadi 38. Indonesia kini ada di peringkat 89 dari 180 negara yang disurvey. Untuk mendapat predikat negara bersih korupsi, Indonesia harus mampu meraih 100 poin.

Ini bisa terwujud bila upaya menyapu bersih praktik korupsi dilakukan secara bersama-sama. Memberangus korupsi dibutuhkan kemauan bersama baik dari keluarga,  lembaga, partai politik, serta komponen lainnya dan jangan cuma retorika. Teriakan ‘katakan tidak pada korupsi’ jangan cuma sebatas jargon semata. Bila memerangi korupsi hanya sebatas retorika, maka praktik mengemplang duit negara akan tetap tumbuh subur. **