MEMPERINGATI hari anti korusi sedunia 9 Desember lalu, kampanye anti korupsi digalakkan di sekolah dari SD hingga SMA. “Bakat” korupsi memang bisa dimulai saat di sekolah dulu. Jujur saja, di kantin suka “darmaji” alias dahar lima ngaku siji (makan 5 ngaku 1), nggak? Peserta kampanye anti korupsi harus bebas dari “darmaji”.
Memperingati hari Anti Korusi Sedunia, Presiden Jokowi menyaksikan drama “Anti Korupsi” dengan para pelaku para menterinya. Yang jadi pelajar SMA Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri Pariwisata Wisnutama, dan Menteri BUMN Erick Tohir berperan jadi tukang bakso.
Lumayan kocak juga, Presiden Jokowi sampai ikut tertawa. Dalam adegan itu dikisahkan, para pelajar mau jajan bakso dengan menggunakan uang OSIS. Lalu diingatkan oleh tukang bakso bahwa jadi pelajar harus punya akhlak, sehingga malu berbuat korupsi sekecil apapun.
Di kalangan pelajar dari SD hingga SMA, jajan di kantin memang sering menjadi ujian kejujuran. Ada yang menyelewengkan uang SPP untuk jajan, ada pula yang pakai ilmu “darmaji” alias dahar lima ngaku siji. Bagi kalangan pelajar di Yogya dan Solo, istilah “darmaji” populer sekali.
Menyambut hari Anti Korupsi, Pemda-Pemda mengajak para pelajar untuk jadi duta anti korupsi. Dengan mobil, para guru dan pelajar berkampanye tentang pencegahan korupsi. Di mobil itu disediakan buku-buku, video, vlog, film, musik, dan games bertema antikorupsi.
Dari kelas mereka memang sudah dibekali mapel PKN (Pendidikan Kewarga Negaraan), di mana murid dibina untuk mencintai dan merawat negaranya dengan tidak korupsi. Apa cukup itu seleksinya? Para dutawan dan dutawati itu musti jujur pada diri sendiri, waktu di kantin pernah terlibat “darmaji” atau tidak?
Di berbagai daerah sekolah membuka “Kantin Kejujuran”, tapi faktanya banyak yang bangkrut, karena pemasukan tak sebanding dengan pengeluaran. Itu sebuah barometer bahwa kejujuran belum menjiwai setiap pelajar. Banyak di antara mereka yang punya penyakit “darmaji”. Bagaimana nanti jika jadi pejabat? (gunarso ts)